Reporter: Bambang Rakhmanto | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui penyelesaian RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih terhambat, karena belum ada kesepakatan antara pemerintah dengan DPR RI.
"Mengenai substansi, pemerintah sangat siap untuk membicarakan lebih lanjut tentang aktivitas BPJS. Tetapi hambatan utamanya bahwa memang pembentukan BPJS itu hanya bisa dalam bentuk UU yang menetapkan bukan dalam yang menetapkan dan mengatur," ujarnya Jumat (1/4).
Menurut Menkeu pemerintah menginginkan pembentukan BPJS ditetapkan dalam RUU tersebut, namun aturan yang mengatur tetap dijelaskan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diterbitkan pada 2004.
Namun DPR menginginkan pembentukan serta aturan yang mengatur BPJS juga ditetapkan dalam RUU BPJS. "Kelihatannya, perbedaan antara pemerintah dan DPR adalah DPR tidak mau berubah. Mereka ingin ditetapkan dan diatur ulang, yang namanya hal-hal yang diatur dalam SJSN itu diatur ulang di RUU BPJS. Sedangkan pemerintah merasa BPJS itu ditetapkan dalam bentuk cetakan saja dan segala aturan itu biarkan saja di SJSN," terangnya.
Menurut Menkeu, perbedaan besar yang menyebabkan tidak adanya titik temu adalah soal penerapan peraturan ini dan pemerintah telah menawarkan solusi untuk merevisi UU SJSN. "Pemerintah menawarkan untuk kita bisa masuk ke solusi yaitu UU SJSN harus direvisi dan yang tidak bisa diwujudkan dalam RUU BPJS terutama di bagian rencana pengaturan ulang, itu harus tecermin dalam bentuk revisi UU SJSN," ujarnya.
Sementara Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, mengharapkan, penyelesaian RUU BPJS tidak berlarut-larut dan apabila tidak ditemukan titik temu pembentukan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) bisa menjadi solusi sementara. "DPR sudah 'deadlock', tinggal apakah perlu direvisi UU SJSN atau mungkin perlu Perppu, ini sedang kita bahas," ucapnya.
Mensos mengharapkan pembentukan BPJS dengan konsep nirlaba ini dapat selesai tahun depan setelah ada kepastian antara pemerintah dengan DPR. "Saya yakin tahun depan sudah berjalan, karena yang mendasar itu masalah penetapan dan pengaturan. Nanti pembentukan badan bisa dibicarakan lagi karena pada dasarnya nirlaba tidak ada profit," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) DPR, Zuber Safawi, menagih janji pemerintah soal tindak lanjut permohonan fatwa kepada Mahkamah Agung terkait sifat RUU BPJS. "Kami meminta kejelasan sampai di mana upaya pemerintah meminta fatwa MA tersebut, karena justru beredar kabar surat permohonan fatwa ke MA belum ada," kata Zuber.
Di luar itu, Zuber menilai sebenarnya permohonan fatwa kepada MA terkait sifat RUU BPJS ini pun tidak perlu. "Pansus sudah banyak mendapat masukan dari pakar dan ahli hukum tata negara, bahwa UU BPJS bersifat penetapan dan pengaturan, bahkan di UU SJSN juga disebutkan secara eksplisit," tambahnya.
Melihat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diterbitkan pada 2004, artinya sudah hampir tujuh tahun sejak UU tersebut disahkan, belum ada satu pun amanah UU SJSN yang dijalankan pemerintah, karena badan penyelenggaranya belum juga terbentuk. Bahkan sesuai UU SJSN, tenggat UU BPJS sudah lewat dua tahun lalu, tepatnya 19 Oktober 2009.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News