Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersiap memajaki perusahaan digital yang berbisnis di Indonesia meski tidak memiliki badan usaha di dalam negeri.
Melalui Omnibus Law, pemerintah akan mengatur perusahaan digital seperti Netflix atau Amazon agar dapat memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Untuk memungkinkan itu, maka pemerintah akan mengubah definisi Badan Usaha Tetap (BUT) dari yang awalnya berdasarkan kehadiran kantor fisik perusahaan di Indonesia (physical presence) menjadi berdasarkan kegiatan ekonomi di Indonesia (economic presence).
“Selanjutnya terkait tarif, tetap sama dengan aturan Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN yang sudah berlaku di Indonesia. Namanya juga menyamakan level playing field, jadi rate tetap sama antara konvensional dan online,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian alias Omnibus Law Perpajakan.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani ingatkan masyarakat tak lupa bayar pajak
Pengenaan PPN dari transaksi-transaksi elektronik ini akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Sebelumnya, Indonesia kesulitan untuk memungut pajak perusahaan digital yang memiliki bisnis di Indoensia tapi tidak memiliki badan usaha di dalam negeri.
Selain rencana pajak digital tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada sejumlah pelonggaran perpajakan yang akan diberikan lewat Omnibus Law Perpajakan:
Berikut ini beberapa poin pelonggaran yang dimaksud.
Pelonggaran perpajakan yang akan diberikan lewat Omnibus Law Perpajakan:
- Omnibus Law bakal memuat penurunan tarif PPh Badan secara bertahap dari yang saat ini 25% menjadi 22% pada 2021-2022, lalu menjadi 20% mulai 2023. Pemerintah juga memberikan insentif pengurangan PPh untuk perusahaan yang baru go-public (IPO) yaitu tarif 3% lebih rendah dari tarif normal selama lima tahun pertama sejak IPO.
- Pemerintah akan menghapus PPh atas dividen baik dari dalam negeri maupun luar negeri. WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan di atas 25% tidak akan dikenakan PPh, sedangkan yang kepemilikan lebih kecil dari 25% bisa juga bebas PPh asal menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia dalam waktu tertentu. WP orang pribadi yang normalnya terkena tarif PPh dividen 10%, maupun WP Badan dan orang pribadi asal luar negeri bisa dibebaskan dari PPh asal menginvestasikan kembali dividen di dalam negeri.
- Mempertegas aturan pengenaan PPh bagi subjek pajak dalam negeri (SPDN). Penentuan WNI dan WNA sebagai SPDN berdasarkan masa tinggal di Indonesia yang mana di atas 183 hari termasuk SPDN, sementara masa tinggal kurang dari atau sama dengan 183 hari masih termasuk subjek pajak luar negeri (SPLN). Prinsip pengenaan pajak yang tadinya bersifat world wide kini menjadi prinsip teritorial yang berdasarkan lama masa tinggal di Indonesia.
- Pemerintah juga mengatur ulang sanksi administratif perpajakan. Sanksi bunga sebelumnya 2% per bulan dari pajak kurang bayar. Nantinya, sanksi per bulan menggunakan formulasi suku bunga acuan berlaku ditambah 5% lalu dibagi 12 bulan (setahun).
- Sanksi denda bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak membuat atau tidak tepat waktu membuat faktur pajak dari sebelumnya 2% dari dasar pengenaan pajak, menjadi hanya 1%.
Baca Juga: Investasi minim, belanja pajak tahun ini lebih irit
Pajak daerah
Terakhir yang juga terbaru disampaikan Sri Mulyani, ialah upaya pemerintah merasionalisasi pajak dan retribusi daerah melalui Omnibus Law Perpajakan tersebut.
Pemerintah pusat akan mempertegas kewenangan dalam menetapkan tarif pajak daerah secara nasional. Aturan lebih rinci terkait hal itu bakal diterbitkan dalam bentuk Perpres.
"Ini tujuannya untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan tarif pajak daerah secara nasional yang akan ditegaskan dalam RUU ini dan ditegaskan juga pengaturannya nanti melalui Perpres (Peraturan Presiden),” tutur Menkeu.
Baca Juga: Kebut penyusunan omnibus law, pemerintah gandeng Kadin
Tujuannya, agar selain mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), pemda juga bisa lebih selaras dengan pemerintah pusat dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang baik melalui kebijakan dan peraturan-peraturan tingkat daerah.
Sri Mulyani menegaskan, nantinya seluruh fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah untuk mendorong investasi akan dikumpulkan dan dirangkum dalam satu bagian khusus pada Omnibus
Dengan demikian, pemerintah memiliki landasan hukum yang tegas dan kuat untuk memberikan berbagai insentif bagi pelaku usaha dan investor. Sebaliknya, pelaku usaha dan investor pun dapat memperoleh kepastian atas insentif-insentif perpajakan yang berhak diterimanya.
Baca Juga: Ketua MPR desak pemerintah terapkan SIN untuk dongkrak penerimaan pajak
Asal tahu saja, aturan sapu jagat tersebut bertujuan meningkatkan iklim usaha yang atraktif bagi investor sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, juga meningkatkan kepastian hukum serta mendorong kepatuhan sukarela para Wajib Pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News