Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski banyak mendapat protes, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU pada sidang paripurna, Kamis (20/3).
Gabungan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara menyatakan penolakan terhadap hasil revisi UU TNI yang baru saja disahkan. Mereka menilai proses penyusunan revisi ini tergesa-gesa, minim partisipasi publik, dan mengandung substansi yang berpotensi mengancam demokrasi.
Ketua PPI Australia, Wildan Ali, menyoroti bagaimana pembahasan revisi UU TNI dilakukan secara tertutup dan terburu-buru tanpa melibatkan koalisi masyarakat sipil. “Pembahasan ini menimbulkan kesan ada yang disembunyikan. Ditambah lagi, keputusan untuk menggelar rapat di hotel mewah saat pemerintah sedang menerapkan efisiensi anggaran adalah sesuatu yang anomali,” ujar Wildan dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (19/3).
Baca Juga: UU TNI Disahkan, Koalisi Masyarakat Sipil akan Lakukan Judicial Review ke MK
Selain itu, Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Vadaukas Valudzia, menyoroti kenaikan batas usia pensiun TNI dalam revisi UU ini. Menurutnya, kebijakan ini dapat memperlambat proses regenerasi di tubuh militer dan menghambat kesempatan bagi prajurit yang lebih muda untuk naik jabatan.
Sementara itu, Ketua PPI Denmark, Yuan Anzal, mengkhawatirkan keterlibatan TNI dalam penanganan ancaman siber, yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) angka 15 UU TNI yang baru. Ia menilai aturan ini dapat menjadi alat untuk membungkam kebebasan sipil, seperti yang terjadi pada kasus pemadaman internet di Papua pada 2019.
Perwakilan PPI Jerman, Muhammad Nur Ar Royyan Mas, juga menyoroti perluasan peran TNI dalam jabatan sipil. Ia menyebutkan bahwa langkah ini dapat mengaburkan mekanisme pertanggungjawaban pidana ketika anggota TNI terlibat dalam kasus hukum, seperti kasus korupsi di Basarnas.
“Yang lebih mendesak untuk direvisi seharusnya adalah UU Peradilan Militer, bukan malah memperluas peran TNI dalam pemerintahan sipil,” kata dia.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Bantah UU TNI Cepat Disahkan karena Permintaan Prabowo
Senada dengan itu, perwakilan PPI UK, Aulia Mutiara Syifa, mengkritik perluasan jabatan TNI aktif di enam kementerian dan lembaga, yang sebelumnya sudah berlaku di sepuluh instansi pemerintah. “Ini membuka jalan bagi praktik dwifungsi TNI, yang dapat mengganggu sistem pemerintahan sipil dan meritokrasi,” ujarnya.
Di akhir konferensi pers, Ketua PPI Jepang, Prima Gandhi, menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk meninjau kembali UU TNI yang telah disahkan serta melibatkan publik, akademisi, dan masyarakat sipil dalam kajian lebih lanjut. “Kami mengajak masyarakat untuk terus mengawal kebijakan ini agar tidak mengancam demokrasi,” imbuhnya.
Selanjutnya: InJourney Prediksi 10,8 Juta Penumpang di 37 Bandara Saat Angkutan Lebaran 2025
Menarik Dibaca: Promo Es Krim Beli 1 Gratis 1 & Beli 2 Gratis 1 di Indomaret, Berlaku sampai April
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News