kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pekerja mengundurkan diri akan dapat pesangon seperti kena PHK?


Rabu, 14 Oktober 2020 / 10:30 WIB
Pekerja mengundurkan diri akan dapat pesangon seperti kena PHK?


Reporter: Abdul Basith Bardan, Barly Haliem, Khomarul Hidayat, Lidya Yuniartha, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengirimkan naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu ini (14/10). Di antara isi UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, yang paling membetot perhatian adalah soal ketenagakerjaan.

Misal soal pesangon yang dalam UU Cipta Kerja, besaran pesangon turun menjadi 25 kali upah dari 32 kali upah versi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun, masih terkait pesangon ini pula, di UU Cipta Kerja membuka peluang bagi pekerja yang mengundurkan diri untuk mendapatkan pesangon sama seperti pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Peluang ini ada lantaran di Pasal 154 A butir i UU Cipta Kerja, bisa saja ditafsirkan pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dianggap seperti PHK.

Baca Juga: Manaker: UU Cipta Kerja jaga keseimbangan penciptaan lapangan kerja dan perlindungan

Nah, sesuai ketentuan Pasal 156 UU Cipta Kerja ayat 1, dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Ini berarti bisa ditafsirkan pekerja/buruh yang mengundurkan diri berhak atas pesangon seperti ketentuan Pasal 156 UU Cipta Kerja.

Nah, apakah soal ini kelak akan diperjelas dalam aturan pelaksana seperti peraturan pemerintah (PP) atau yang lain? Mari kita tunggu.

Yang terang, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan UU Cipta Kerja menjaga keseimbangan penciptaan lapangan kerja dengan perlindungan tenaga kerja.

Ida membantah anggapan bahwa UU Cipta Kerja hanya mengutamakan kepentingan pengusaha. Meski pun ada hal yang dilonggarkan dalam syarat berusaha.

"RUU ini mencari jalan tengah dan titik keseimbangan di antara keduanya," ujar Ida dalam siaran pers, Selasa (13/10).

Ida bilang, hal-hal teknis yang belum diatur di UU Cipta Kerja harus dimasukkan ke dalam PP. Antara lain mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang jangka waktunya belum diatur dalam UU itu.

Akan ada batasan waktu diatur di PP setelah dibahas bersama dengan forum Tripartit. Segera setelah DPR menyerahkan UU itu kepada pemerintah, Menaker akan mengajak dialog lagi tanpa henti kepada semua pihak.

UU Cipta Kerja ini bertujuan untuk membuka lapangan kerja. Sebab, setiap tahunnya ada 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja.

"UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja dan penganggur," terang Ida.

Tak hanya itu, Ida menambahkan, UU Cipta Kerja juga untuk mendorong produktivitas kerja. Persoalan pendidikan pekerja Indonesia yang kebanyakan setingkat SMA ke bawah menyebabkan produktivitas kerja Indonesia tertinggal dibanding beberapa negara lain.

Menurutnya, berdasarkan kajian yang dilakukan pemerintah, dikatakan bahwa jika tidak adanya reformasi struktural dan percepatan transformasi ekonomi, dikhawatirkan lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif.

Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja berubah lagi, KSBSI: Belum sesuai tuntutan buruh

Dosen dan Praktisi Hukum Bisnis Michael Hadylaya mengatakan, meski berpotensi memicu polemik, ketentuan soal pengunduran diri pekerja sebagai PHK ini tentu baik bagi pekerja karena mendapatkan insentif yang jauh lebih besar.

Ini sekaligus membuat pemberi kerja harus memikirkan baik-baik cara menjaga pekerja agar tidak mengundurkan diri.

Ia melihat, hak pekerja yang mengundurkan diri ini terbuka diatur di PP.

Demikian pula dengan pekerja yang di-PHK karena alasan tindak pidana/pelanggaran, kata Michael, tersirat di UU Cipta Kerja, mereka potensial pendapatkan pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak. "Karena itu, aturan yang bersifat umum ini perlu diperjelas di aturan pelaksananya," ujar Michael.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan UU Cipta Kerja tersebut belum sesuai dengan tuntutan buruh.

"Belum sesuai. Yang kita inginkan upah sektoral ada, alih daya jangan meluas, kontrak harus ada batasan dan terkait pesangon yang nilainya dikurangi," terang Elly kepada Kontan.co.id, Selasa (13/10).

Khusus mengenai pesangon, KSBSI menolak ketentuan di UU Cipta Kerja karena tidak adanya kejelasan alasan mengenai turunnya pesangon dari 32 kali upah  menjadi 25 kali upah, dimana ada 19 dari pengusaha dan 6 dari pemerintah.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, naskah UU Cipta Kerja akan dikirim ke Presiden Jokowi pada Rabu (14/10).

Azis mengatakan, DPR memiliki batas waktu tujuh hari kerja setelah rapat paripurna pada 5 oktober, untuk mengirimkan naskah UU Cipta Kerja kepada presiden.

Ia juga mengklarifikasi soal jumlah halaman draf UU Cipta Kerja. Azis memastikan jumlah naskah UU Cipta Kerja sebanyak 812 halaman.

Azis menyebut perbedaan halaman ini karena penggunaan kertas. Saat di Badan Legislasi menggunakan kertas biasa. Sedangkan saat masuk ke tingkat II diubah menggunakan legal paper.

"Sehingga besar dan tipisnya yang berkembang ada yang seribu sekian, ada yang tiba-tiba 900 sekian tapi setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan (DPR) melalui mekanisme total jumlah pasal dan kertas hanya sebesar 812 halaman, berikut UU dan penjelasannya," jelas Azis.

Selanjutnya: Ini Perlindungan Buat Pekerja Berdasarkan Omnibus Law Cipta Kerja Versi Resmi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×