Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Naskah Undang-Undang Cipta Kerja kembali mengalami perubahan. Kali ini, draf UU tersebut berjumlah 812 halaman. Bila dibandingkan dengan draf UU Cipta Kerja yang berjumlah 905 halaman, di draf tersebut terdapat beberapa perubahan berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan seperti yang dimuat dalam pasal 79, pasal 88A, pasal 154A, pasal 46C, juga pasal 46D.
Meski ada draf terbaru, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan Undang-Undang tersebut belum sesuai dengan tuntutan buruh. "Belum sesuai. Yang kita inginkan upah sektoral ada, alih daya jangan meluas, kontrak harus ada batasan dan terkait pesangon yang nilainya dikurangi," terang Elly kepada Kontan, Selasa (13/10).
Khusus mengenai pesangon, Elly menyebut pihaknya pun menolak UU ini karena tidak adanya kejelasan mengenai turunnya pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah, dimana ada 19 dari pengusaha dan 6 dari pemerintah.
Baca Juga: DPR sebut tidak ada pasal selundupan setelah RUU Cipta Kerja disahkan
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan sudah mengatakan pihaknya menginginkan poin-poin yang dituntut berkaitan dengan upah sektoral, alih daya hingga pesangon tersebut dicantumkan di dalam UU Cipta Kerja. Dia pun mengatakan pihaknya dapat memaklumi pasal lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Melihat ini, Elly pun mengatakan langkah yang akan ditempuh oleh serikat butuh adalah melakukan judicial review (JR).
Adapun, berbagai perubahan yang terjadi pada bab IV ini yakni pada pasal 79 dimana terdapat tambahan ayat 6, dimana ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pada pasal 88A terdapat tambahan ayat 6 hingga ayat 8, dimana ayat 6 menyebut, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya
mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
Baca Juga: DPR akan kirim naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman ke Jokowi besok
Ayat 7, pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. dan ayat 8, pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh dalam pembayaran upah.
Dalam pasal 154A ayat 1 juga dijelaskan alasan yang lebih rinci mengenai pemutusan hubungan kerja. Dalam ayat 1 sebelumnya, alasan pemutusan hubungan kerja hanya ada 10 poin, sementara di aturan baru terdapat 15 poin.
Lalu, di pasal 46C terdapat tambahan ayat 2, dimana disebut bahwa iuran [jaminan kehilangan pekerjaan] dibayar oleh pemerintah pusat. Serta di pasal 46 D yang menambahkan poin baru yakni ayat 2, dimana Jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 6 (enam) bulan upah.
Selanjutnya: Investor asing dan domestik respons positif terhadap UU Cipta Kerja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News