Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Senior sekaligus Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Fithra Faisal Hastiadi, meluruskan kritik yang disampaikan ekonom Indef yang juga Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, terkait penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun di bank-bank Himbara.
Didik sebelumnya menilai kebijakan tersebut melanggar konstitusi dan tiga undang-undang, termasuk UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Namun, menurut Fithra, tuduhan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan publik.
"Penempatan dana bukanlah belanja pemerintah pusat. Belanja itu pengeluaran permanen yang mengurangi kas negara, seperti gaji pegawai, belanja modal, atau subsidi, dan wajib melalui persetujuan DPR. Penempatan dana hanya memindahkan lokasi penyimpanan kas dari Bank Indonesia ke bank umum," ujar Fithra dalam keterangannya, dikutip Selasa (16/9/2025).
Baca Juga: Penempatan Kas Negara Rp 200 Triliun ke Himbara Picu Polemik Hukum dan Tata Kelola
Menurutnya, dana yang ditempatkan tetap tercatat sebagai kas negara di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan bisa ditarik kapan saja. Secara akuntansi maupun hukum, langkah tersebut tidak sama dengan belanja.
"Menyamakan penempatan kas dengan belanja itu seperti menyamakan orang yang memindahkan tabungan dari Bank A ke Bank B demi bunga lebih tinggi, dengan orang yang membelanjakan uangnya. Secara akuntansi dan hukum, keduanya berbeda jauh," tegasnya.
Fithra juga menolak anggapan bahwa kebijakan ini melanggar UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 22 ayat (4) justru memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk membuka rekening di bank umum.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Jamin Aman, Penempatan Kas Negara di 5 Bank Pakai Skema On Call
Selama dana yang ditempatkan tidak digunakan untuk membiayai program di luar APBN, kata dia, maka tidak ada pelanggaran pasal 22 ayat 8 dan ayat 9.
"Kebijakan ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan dan diaudit oleh BPK, artinya dijalankan sesuai tata kelola keuangan negara," tambahnya.
Ia juga menepis anggapan bahwa kebijakan ini bersifat spontan. Data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan saldo kas pemerintah per akhir Agustus 2025 mencapai lebih dari Rp 425 triliun, dua kali lipat di atas batas aman kas negara sekitar Rp 200 triliun.
Baca Juga: Kas Negara Rp 200 Triliun di Himbara Dinilai Melanggar UU, Ini Kata Ekonom
Selanjutnya: OJK: Suntikan Dana Rp 200 Triliun Perkuat Likuiditas Himbara dan Dongkrak Kredit
Menarik Dibaca: Restoran Jepang Yakiniku Futago Izakaya Hadir Perdana di Jakarta, Cek Lokasinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News