Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah menempatkan Kas Negara sebesar Rp200 triliun di bank-bank Himbara memantik kritik tajam dari sejumlah ekonom. Mereka menilai langkah tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan aturan keuangan negara karena dilakukan tanpa dasar regulasi yang jelas.
Ekonom senior dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menilai kebijakan ini melanggar sedikitnya tiga aturan: UUD 1945 Pasal 23 ayat 3, UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 22 ayat 4, 8, dan 9.
"Setiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelanggaran terhadap konstitusi. Presiden Prabowo perlu segera menghentikan kebijakan spontan ini," tegas Didik, Senin (16/9/2025).
Baca Juga: Kas Negara Rp 200 Triliun di Himbara Dinilai Melanggar UU, Ini Kata Ekonom
Menurut Didik, masalah utamanya bukan pada peluang pemanfaatan dana, melainkan disiplin aturan. Ia membandingkan dengan kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang selalu mendahului kebijakan dengan aturan baru, sementara langkah ini dilakukan sebaliknya oleh Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menkeu baru.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman kiranya sependapat soal ini. Ia menilai kebijakan ini bermasalah dari sisi prosedur dan tata kelola, bukan tujuan dari penempatannya.
Ia mengakui, SAL per akhir 2024 memang cukup besar, sekitar Rp 457,5 triliun, sehingga pemerintah memiliki ruang fiskal. Namun, penempatan dana sebesar Rp 200 triliun tanpa aturan resmi tetap berpotensi melanggar UU Perbendaharaan Negara.
Baca Juga: Guyuran Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Dinilai Tak Menjawab Persoalan
"Nilainya hampir setara 35% dari belanja kesehatan dalam RAPBN 2026. Karena itu, penempatan ini sebaiknya prosesnya diikuti dengan aturan resmi agar tetap sah dan tidak menurunkan kredibilitas fiskal di mata publik maupun pasar," kata Rizal kepada Kontan, Selasa (16/9/2025).
Ia menegaskan, disiplin fiskal dan kelembagaan yang kuat sangat penting untuk menjaga stabilitas rupiah dan kredibilitas ekonomi Indonesia.
Sementara itu Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, punya pandangan berbeda. Menurutnya, kebijakan injeksi likuiditas oleh pemerintah dengan memindahkan Kas negara ke system perbankan masih sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku dan sesuai dengan undang-undang.
"Ini kelihatannya tidak menyalahi aturan masih sesuai ya karena tidak menimbulkan belanja baru di luar pagu APBN dan masih sesuai untuk program prioritas. Jadi kebijakan ini juga sudah mendapat persetujuan dari DPR sehingga memiliki payung hukum yang kuat ya," pungkasnya.
Baca Juga: Guyuran Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara, Akankah Tekan Biaya Dana?
Selanjutnya: Komisi VII Setujui Anggaran Rp 84,4 Triliun Kemensos Tahun 2026
Menarik Dibaca: Prediksi Skor Real Madrid vs Marseille dan Line Up: Duel Panas di Liga Champions
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News