Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ekonom dan Guru Besar Universitas Paramadina, Didik J Rachbini meminta pemerintah dan Presiden Prabowo Subianto untuk segera menghentikan kebijakan spontan atas penempatan Kas Negara sebesar Rp 200 triliun ke perbankan dalam hal ini Bank Himbara (himpunan bank milik negara).
Menurut Didik, kebijakan ini melanggar sedikitnya tiga aturan, yakni UUD 1945 Pasal 23 ayat 3, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU APBN, serta UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 22 ayat 4, 8, dan 9.
Dalam Pasal 22 UU No. 1/2004 disebutkan:
-Ayat 4 memperbolehkan Bendahara Umum Negara membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum.
-Ayat 8 menyebut rekening pengeluaran diisi dana dari RKUN (Rekening Umum Kas Negara) di Bank Sentral.
-Ayat 9 menegaskan jumlah dana yang disediakan di rekening pengeluaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Pastikan Dana Rp 200 Triliun di Perbankan Tidak Akan Ditarik
Lebih lanjut Didik juga menjelaskan, pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9. Pasalnya dalam ayat tersebut sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah ditetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang sepintas muncul di ide pejabat lalu dijalankan
Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai rencana kerja pemerintah (RKP), yang datang dari kementrian lembaga dan pemerintah daerah.
Kemudian pogram-program pemerintah juga harus disusun teratur di dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Karena anggaran negara adalah ranah publik, maka proses politik yang bernama legislasi dijalankan bersama oleh DPR dengan pembahasan-pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan badan anggaran dengan menteri keuangan, serta diputuskan di sidang paripurna DPR.
Hal tersebut merupakan prosedur resmi dan aturan main ketatanegaraan, yang harus dijalankan karena anggaran negara masuk ke dalam ranah publik. Pasalnya anggaran negara bukan anggaran privat atau anggaran Perusahaan.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Himbara Bisa untuk Kopdes Merah Putih
“Setiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelangaran terhadap konstitusi,” ujar Didik dikutip dari keterangan resminya, Selasa (16/9/2025)
Dengan demikian, jika pemerintah ingin memindahkan penempatan Kas Negara ke perbankan, maka harus melalui proses kebijakan yang benar dan harus dijalankan berdasarkan aturan main sesuai dengan undang-undang. Jika tidak, kedepan hal ini bisa menjadi preseden anggaran yang buruk.
“Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya. Sebab jika tidak dimasa mendatang akan menjadi preseden anggaran publik dipakai seenaknya, semau gue dan sekehendak pejabatnya secara individu,” ungkapnya.
Untuk itu Didik menganjurkan agar Presiden Prabowo turun tangan untuk menghentikan program dan praktek jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya 3 undang-undang dan sekaligus konstitusi. Jika tetap dibiarkan, maka ini merupakan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.
Selanjutnya: Ekonom Asing Prediksi BI Bakal Tahan Suku Bunga, Isu Independensi Mengemuka
Menarik Dibaca: Promo Gokana Makan Hemat Pakai Blibli, 3 Pilihan Menu Spesial Cuma Rp 30.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News