Reporter: Uji Agung Santosa,Umar Idris | Editor: Test Test
JAKARTA. Kisruh tunggakan royalti batubara antara pemerintah dan lima perusahaan batubara mulai ada titik terang. Lima perusahaan batubara itu bersedia membayar uang komitmen sebesar Rp 600 miliar. Uang tersebut merupakan titipan sebelum pengusaha itu membayar seluruh tunggakan royalti kepada pemerintah.
Pembayaran uang komitmen ini paling lambat Jumat (19/9). "Jika mereka tidak menepatinya, itu sama saja dengan penipuan dan sudah masuk ke pidana," kata Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) sekaligus koordinator tim penagihan Didi Widayadi, Rabu (17/9).
Kesepakatan tercapai setelah lima perusahaan batubara itu bertemu dengan Direktorat Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Direktorat Mineral dan Batubara Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kepala BPKP, Rabu (17/9).
Lima perusahaan yang berjanji untuk membayar ialah PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal dan PT Adaro Indonesia. Berdasarkan hasil audit BPKP sebelumnya, lima perusahaan itu menunggak royalti hingga Rp 7 triliun sejak 2002 hingga 2007.
Selain lima perusahaan itu, Didi Widayadi mengungkapkan PT BHP Kendilo Coal juga akan membayar uang komitmen sebesar US$ 6 juta dari sebuah bank di Singapura.
Uang komitmen itu akan disetor ke rekening pemerintah pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V. Selain menyiapkan rekening untuk rupiah murni, pemerintah juga menyiapkan rekening dalam mata uang dollar.
Jika uang komitmen itu telah masuk, KPKNL akan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menahan sementara uang titipan tersebut. Tak hanya itu, KPKNL akan meminta Sri Mulyani untuk tidak memasukkan uang itu ke rekening umum negara sampai hasil audit dari BPKP selesai. "Itu uang titipan, jika kurang maka harus membayar lagi. Tapi jika berlebih pemerintah wajib mengembalikan," kata Didi.
Terakhir, pengusaha meminta agar Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mencabut pencekalan terhadap direksi dan komisaris lima perusahaan itu. "Kami akan mempertimbangkan permintaan dengan mengajukan pencabutan pencekalan ke Menkeu," kata Didi.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Jeffrey Mulyono menyambut baik kesepakatan itu. "Pengusaha dan pemerintah sama menyadari kewajibannya. Jangan saling sok kuasa. Dari kepentingan pengusaha, kami minta pemerintah memperbaiki pola reimbursement sehingga semua happy," kata Jeffrey.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News