Reporter: Martina Prianti | Editor: Test Test
JAKARTA. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebaiknya segera menyelesaikan audit terhadap perusahaan batubara mengenai yang menunggak royalti batubara sebelum akhir tahun. Bila tidak, besar kemungkinan hasil audit tersebut bakal terkait upaya menjaga kondisi tertentu di dalam masa pemilihan umum (pemilu).
Koordinator Riset dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, bila BPKP cepat menyelesaikan hasil audit tersebut maka hal itu menunjukkan dukungan penuh BPKP dalam konteks menjaga transparansi dan akuntabilitas .
“Audit itu paling tidak membutuhkan waktu empat bulan. Jadi, supaya tidak menimbulkan kesan kalau hasil audit BPKP hanya untuk menjaga keseimbangan politik bisnis, maka BPKP harus secepatnya mengumumkan hasil audit," papar Firdaus, Senin (25/8).
Untuk mendapatkan kepastian berapa total tunggakan royalti, lanjut Firdaus, maka ICW mendukung langkah audit yang dilakukan BPKP. Meskipun, ICW menilai audit terhadap kontrak batubara bakal lebih sahih bila dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kecuali, BPKP nantinya mau memaparkan hasil auditnya kepada khalayak umum agar kesan tertentu karena tertutup itu tidak ada," sambungnya.
Sekadar mengingatkan, langkah BPKP mengaudit royalti batubara sendiri terkait adanya tunggakan pembayaran royalti batubara karena pengusaha batubara meminta dibayarkannya lebih dahulu reimbursement yang kerap diartikan sebagai restitusi pajak. "Seharusnya pemerintah tegas kalau pembayaran royalti itu berbeda dengan reimbursement," jelas Firdaus.
Menurut Firdaus, masyarakat perlu mengetahui berapa sebenarnya tunggakan pembayaran royalti batubara. Pasalnya, ada selisih nilai tunggakan yang ditemukan ICW dibandingkan data pemerintah. ICW menemukan, tunggakan pembayaran royalti batubara mencapai Rp 16,482 triliun atau digenapkan menjadi Rp 17 triliun. Sedang nilai tunggakan versi pemerintah yakni penghitungan Departemen Keuangan menyebutkan jumlah tunggakan hingga 2008 tak lebih dari Rp 7 triliun.
Sayang KONTAN belum dapat menghubungi Kepala BPKP Didi Widayadi maupun salah seorang deputi BPKP untuk dimintai keterangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News