Reporter: Dani Prasetya | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Nilai bantuan tabungan perumahan (Taperum) pegawai negeri sipil (PNS) harus dinaikkan agar dapat memudahkan akses kepemilikan rumah.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri mengungkapkan, perlunya menaikkan nilai bantuan perumahan kepada PNS supaya bisa efektif membantu PNS dalam kepemilikan rumah.
"Perlu dikaji kemungkinan PNS diberikan tunjangan perumahan, tapi langsung dipotong sebagai Taperum yang dikelola secara profesional, akuntable, dan transparan," ujarnya menanggapi rencana peningkatan kesejahteraan PNS melalui pengelolaan keuangan yang bebas korupsi, Selasa (3/5).
Untuk diketahui, potongan dana Taperum PNS pertama kali dilakukan pada Februari 1993. Sampai saat ini, jumlah iuran Taperum belum berubah yaitu golongan I sebesar Rp 3.000, golongan II Rp 5.000, golongan III Rp 7.000, dan golongan IV Rp 10.000 setiap bulannya.
"Tarif itu dinilai terlalu kecil. Sebab kebutuhan PNS khususnya untuk perumahan juga terus meningkat karena harga rumah yang semakin naik," katanya.
Pada Keputusan Presiden (Kepres) No.14 tahun 1993 tidak dijelaskan aturan tentang nilai bantuan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) atau bantuan pembangunan rumah bagi PNS. Namun, Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) menetapkan bantuan perumahan PNS untuk golongan I Rp 1.200.000, golongan II Rp 1.500.000, golongan III Rp 1.800.000, dan golongan IV Rp 2.100.000.
Nilai bantuan perumahan yang relatif kecil itu lantaran besar pungutan Taperum yang sangat kecil. Akibatnya, PNS tidak mendapat bantuan perumahan yang layak.
Penasehat KPK Said Zaenal Abidin ikut menambahkan, bantuan perumahan yang diterima PNS memang belum dapat mencukupi kebutuhan. Padahal, standar gaji yang didapat belum mencukupi kebutuhan hidup.
Pemanfaatan Taperum tanpa dibarengi kebijakan lain dipastikan akan menghabiskan waktu lama untuk mendapatkan rumah. Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa mengutarakan, Taperum harus dibarengi dengan aplikasi kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sebagai gambaran, jika kebutuhan rumah sebesar 540.000 unit dengan asumsi rata-rata setiap tahun dibangun sekitar 3.000 rumah per tahun maka dibutuhkan waktu 180 tahun untuk mencapai semua kebutuhan. "Jika dilakukan dengan FLPP maka hanya butuh 18-20 tahun saja," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News