Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 meningkat menjadi sebesar 6,27% dari produk domestik bruto (PDB).
Peningkatan defisit ini sejalan dengan dijalankannya program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk menanggulangi dampak Corona di dalam negeri.
Baca Juga: Subsidi listrik dan bansos diperpanjang
Meski defisit bertambah, tetapi Sri masih memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 berada pada skenario baseline, yaitu 2,3% dalam skenario berat dan -0,4% dalam skenario sangat berat.
"Pertumbuhan ekonomi masih berada di kisaran sesuai skenario baseline kita di 2,3% hingga minus 0,4%," ujar Sri di dalam telekonferensi, Senin (19/5).
Selain pertumbuhan ekonomi, ada beberapa asumsi ekonomi makro dalam APBN 2020 yang direvisi untuk kedua kalinya. Diantaranya adalah tingkat inflasi yang diubah dalam kisaran 2% sampai 4%, dari sebelumnya di angka 3,9%.
Baca Juga: Defisit APBN melebar 6,27%, Hipmi pertanyakan kredibilitas pemerintah
Kemudian, di dalam outlook terbaru ini nilai tukar rupiah diasumsikan pada rentang Rp 14.900 sampai Rp 15.500 per dolar Amerika Serikat (AS), sebelumnya di dalam Perpres No. 54/2020 nilai tukar diasumsikan sebesar Rp 17.500 per dolar AS.
Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) juga dikoreksi dalam rentang US$ 30 sampai US$ 35 per barel, dari sebelumnya di dalam Perpres No. 54/2020 adalah sebesar US$ 38.
Asumsi target lifting minyak juga ikut dipangkas. Pada awalnya, lifting minyak diasumsikan 735 ribu barel minyak per hari menjadi hanya 695-725 ribu barel minyak per hari.
Baca Juga: Defisit APBN melebar 6,27%, Misbakhun: Sri Mulyani gagal
Lalu lifting gas yang juga dipangkas dalam asumsi makro terbaru menjadi 990-1.050 ribu barel setara minyak per hari. Nilai ini turun dari Perpres 54/2020 yang masih di kisaran 1.064 ribu barel setara minyak per hari.
"Lifting minyak dan lifting gas dua-duanya mengalami penurunan, dari yang ada di dalam APBN awal maupun yang ada dalam Perpres, sehingga ini dapat mempengaruhi penerimaan negara dari pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," kata Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News