kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur efektivitas pengembangan industri petrokimia terhadap defisit neraca dagang


Senin, 29 Juli 2019 / 17:39 WIB
Mengukur efektivitas pengembangan industri petrokimia terhadap defisit neraca dagang


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlu adanya terobosan guna mengatasi tantangan dari defisit neraca perdagangan. Pengembangan industri petrokimia nasional dinilai mampu menahan laju defisit neraca perdagangan yang ada.

Pengembangan TubanPetro menjadi salah satu Program Prioritas Pemerintah pada tahun 2019 dalam kerangka kebijakan penguatan daya saing jangka menengah dan panjang.

Baca Juga: Pengembangan petrokimia TubanPetro diyakini mampu menahan defisit neraca dagang

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan, TubanPetro memiliki peluang besar untuk turut berkontribusi menekan defisit transaksi berjalan. 

Achmad Sigit menjelaskan caranya dengan memaksimalkan semua potensi anak usaha, terutama PT Trans Petrochemical Pasific Industri (TPPI). Pertama perlu dibuat masterplant integrated petrochemical cluster.

Nantinya dalam masterplan direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha TubanPetro dibangun aromatic centre dan olefin centre. Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia.

“Rencana strategis Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ucap Sigit, dalam Siaran Pers tertulis yang diterima Kontan pada Senin (29/7).

Baca Juga: Kerjasama dengan Adnoc, Pertamina bisa jual BBM, LPG, LNG ke luar negeri

Pengembangan TubanPetro sangat penting diakselerasi, agar defisit tak berulang. Dimana industri petrokimia hulu-hilir memiliki kontribusi cukup signifikan pada defisit neraca perdagangan. Tahun 2018 impor dicatat terus membengkak hingga US$ 15 miliar.

Kemenperin mendorong agar TPPI dioperasikan pada moda BTX yang mempunyai nilai tambah tinggi, sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan dibandingkan hanya untuk mengolah bahan bakar.

Pada sisi hulu, upaya yang lain disebut Achmad Sigit, PT Pertamina bisa lebih meningkatkan investasi untuk menghasilkan naftha maupun condensate sebagai bahan baku untuk aromatic center maupun olefin centre milik TPPI. Rencana pemerintah mendorong petrokimia dengan optimalisasi aset TubanPetro dengan menerbitkan PP Konversi, merupakan langkah tepat.

“Konversi MYB TubanPetro mutlak dilakukan untuk optimalisasi aset, yang nantinya mengurangi defisit neraca perdaganagan sekaligus meningkatkan daya saing industri hilirnya dalam negeri maupun ekspor,” jelas Achmad Sigit. Tentunya langkah ini harus diiringi dengan sinergi antar kementerian agar industri petrokimi nasional bergerak cepat

Saat ini sudah ada tambahan olefin centre dari 2 investor yang diharapkan dalam 2023 sudah bisa mendapatkan tambahan 2 juta ton produk ethylene dan turunannya. “Kalau TPPI sudah beroperasi penuh, diharapkaan dapat mengurangi impor petrokimia sebesar 50%nya,” kata Achmad Sigit.

Baca Juga: Chandra Asri, Mubadala dan OMV berkolaborasi kembangkan industri petrokimia

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, dengan pengembangan industri petrokimia nasional, akan membantu Indonesia keluar dari jebakan defisit. Hal tersebut lantaran dapat memacu industri lain dengan menyediakan bahan baku.

Namun, Piter juga menekankan harus diperhatikan landscape industri mulai dari hulu ke hilir. Industri petrokimia di hulu harus diperkuat.

Dijelaskan sektor manufaktur disebut harus menjadi prioritas dimana didukung pasokan bahan dari petrokimia, belum diperhatikan penuh. Padahal jika Indonesia hanya memanfaatkan komoditas, defisit akan terus terjadi lantaran harga komoditas di pasar global yang fluktuatif dan industri yang berorientasi pada ekspor tak bergerak.

Piter mengapresiasi pengembangan dan optimalisasi petrokimia oleh pemerintah melalui TubanPetro. Kebijakan tersebut diharapkan menjadi bagian dari strategi besar membangun industri hulu dan juga hilir.

Baca Juga: Rencana bisnis meleset tipis, Humpuss Intermoda (HITS) tak akan revisi target

"Jadi roadmap nya jelas. Industri apa saja yang akan dikembangkan di hulu dan apa saja yang dikembangkan di hilir. Bagaimana linkage-nya, agar benar-benar menjadi kebijakan yang efektif,” ujar Piter.

Selebihnya untuk menarik investor bisa dengan menempatkan pada satu lokasi produksi suatu industri misalnya petrokimia.

Senada, Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, Achmad Widjaya menyebut sudah selayaknya pengembangan industri petrokimia nasional harus segera diperkuat. Sinergi juga ditekankan sangat penting baik di lintas sektor, juga sinergi berbagai perusahaan negara dengan swasta.

Baca Juga: Pertamina dan Saudi Aramco Bentuk Tim Valuasi Pengembangan Kilang Cilacap

“Pertamina misalnya, mampu tidak sinergi sebagai holding company? Kalau bisa, akan banyak yang bisa dikerjakan. Pengembangan sektor petrokimia juga ini sangat urgent, karena itu jangan sampai ada lagi kendala-kendala seperti pasokan bahan baku, ke industri petrokimia,” sebut Widjaja.

Pemerintah saat ini memiliki program pengembangan industri petrokimia nasional melalui TubanPetro yang aturannya sudah dibahas Lintas Kementerian dan Sekretariat Negara. Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi payung hukum pengembangan industri petrokimia menunggu diteken Presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×