kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengenal pembatasan sosial berskala besar dan efeknya ke masyarakat


Selasa, 31 Maret 2020 / 19:45 WIB
Mengenal pembatasan sosial berskala besar dan efeknya ke masyarakat
ILUSTRASI. Layar menampilkan rapat kabinet terbatas melalui konferensi video yang Presiden Joko Widodo pimpin dari Istana Bogor di ruang wartawan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3/2020).


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat untuk memerangi virus corona baru. Untuk itu, pemerintah mengambil opsi pembatasan sosial berskala besar.

Untuk mengatasi dampak wabah virus corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat kabinet, Selasa (31/3) memutuskan, opsi yang pemerintah pilih adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"PSBB ini ditetapkan oleh menteri kesehatan yang berkoordinasi dengan kepala Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," kata Presiden.

Pemerintah juga sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat UU tersebut.

Baca Juga: Jokowi tetapkan status darurat kesehatan dan pembatasan sosial skala besar

"Para kepala daerah saya minta tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor UU, PP, serta Keppres tersebut," tegas Jokowi.

Polri, Presiden menambahkan, juga bisa mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang. Dengan begitu,  PSBB berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah virus corona.

Mengacu UU Kekarantinaan Kesehatan, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa, yang ditandai, misalnya, penyebaran penyakit menular yang menimbulkan bahaya kesehatan.

Sedang PPSB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Baca Juga: Jokowi: Daerah harus tunduk dan mengikuti PSBB untuk tangani corona

Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat, menurut UU No. 6/2018, pemerintah bisa melakukan PSBB. Ini termasuk tindakan Kekarantinaan Kesehatan.

PSBB merupakan bagian dari respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Tujuannya, mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antarorang di suatu wilayah tertentu.

Berdasar UU No.6/2018, PSBB paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Penyelenggaraannya berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak terkait.

Saat ini, sejumlah daerah baru meliburkan sekolah serta menutup tempat wisata dan bisnis tertentu, seperti karoke dan bar. Beberapa daerah, misalnya, DKI Jakarta juga membatasi kegiatan keagamaan.

Baca Juga: Tetapkan darurat kesehatan, bukan darurat sipil: Ini pidato lengkap Presiden Jokowi

Tapi, belum ada yang menutup sepenuhnya tempat kerja atau bisnis. Baru sebatas imbauan atau seruan untuk bekerja dari rumah. Hanya, DKI Jakarta sudah menyerukan semua kantor untuk menghentikan kegiatan mulai 23 Maret lalu.

Dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, menurut UU No. 6/2018, setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama. Setiap orang punya hak mendapat pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, pangan, dan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina.

Tapi, UU Kekarantinaan Kesehatan menegaskan, setiap orang wajib mematuhi dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Setiap orang yang tidak mematuhi atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipenjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.

Baca Juga: Jokowi alokasikan Rp 75 triliun untuk dukungan di sektor kesehatan hadapi covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×