kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.660.000   -10.000   -0,60%
  • USD/IDR 16.280   55,00   0,34%
  • IDX 6.743   -132,96   -1,93%
  • KOMPAS100 996   -6,22   -0,62%
  • LQ45 785   7,24   0,93%
  • ISSI 204   -4,64   -2,22%
  • IDX30 407   4,40   1,09%
  • IDXHIDIV20 490   7,18   1,49%
  • IDX80 114   0,52   0,46%
  • IDXV30 118   0,81   0,69%
  • IDXQ30 135   1,91   1,44%

Membangun Indonesia yang Berkelanjutan dengan Paradigma Sadar Risiko


Jumat, 07 Februari 2025 / 23:09 WIB
Membangun Indonesia yang Berkelanjutan dengan Paradigma Sadar Risiko
ILUSTRASI. Suasan dalam Diskusi Publik dengan Tema Memabngun Indonesia Tangguh dalam penerapan Sadar Risiko dalam Pembangunan Berkelanjutan. Diskusi ini merupakan kerjasama Kompas Gramedia Radio Network dengan Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) yang digelar di Gedung Kompas Gramedia, Jumat (7/2).


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kompas Gramedia Radio Network (KGRN) bersama Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) menggelar diskusi publik bertajuk “Membangun Indonesia Tangguh: Penerapan Paradigma Sadar Risiko dalam Pembangunan Berkelanjutan” di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta,  pada Jumat (7/2). Kolaborasi ini mencerminkan sinergi antara media dan organisasi masyarakat dalam mempromosikan edukasi, advokasi, dan pengembangan kebijakan pembangunan yang berbasis sadar risiko.

Ketua Masindo, Dimas Syailendra mengatakan bahwa dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, pendekatan sadar risiko menjadi semakin relevan dalam membangun Indonesia yang berkelanjutan. Pendekatan ini mengedepankan identifikasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap berbagai risiko. Mulai dari bencana alam, peningkatan risiko kesehatan masyarakat, krisis ekonomi, hingga perubahan iklim.

“Kita harus sadar bahwa isu mengenai risiko ini harus masuk dalam cara pandang kita melihat ke depan. Dan untuk mengatasinya, tidak ada pilihan lain kecuali kita berkolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan, seperti pemerintah, industri, masyarakat, NGO, media dan akademisi. Kita mencari solusi, bahu membahu untuk mengatasi risiko-risiko yang tampak maupun yang tidak tampak ke depan,” ucap Dimas.

Dalam konteks Indonesia yang sedang mempersiapkan diri menuju visi besar Indonesia Emas 2045, sambung Dimas, pengelolaan risiko harus menjadi prioritas utama untuk memastikan pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis mitigasi risiko. Terlebih di tahun 2045 diperkirakan 70% populasi Indonesia masuk dalam usia produktif.

“Ada banyak risiko yang tersembunyi tetapi nyata. Contoh risiko kesehatan. Hari ini pembunuh nomor satu di Indonesia adalah jantung, penyakit yang disebabkan gaya hidup. Bagaimana isu ini ketika tidak ditangani? Selama ini kita makan dengan tidak memperhatikan gula, garam, atau masih melakukan kebiasaan merokok, maka 70% populasi yang masuk dalam masa produktif itu akan terancam,” ungkap Dimas.

Baca Juga: Upaya Meningkatkan Kesadaran Risiko bagi Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja

Menurut Dimas, jika risiko tersebut tidak segera mendapatkan perhatian khusus, maka Visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi impian kosong. Menurutnya, langkah konkret dan strategi yang tepat perlu segera diambil agar target pembangunan dan kesejahteraan nasional dapat tercapai sesuai harapan.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan (PMK), Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami menyebut kurangnya literasi dan sikap abai terhadap berbagai potensi risiko menyebabkan banyak ancaman tidak diantisipasi dengan baik. Hal ini dapat berdampak serius terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, hingga keberlanjutan pembangunan. Pihaknya memandang ini sebagai permasalahan yang serius.

“Misalnya di pembangunan kesehatan, penyakit tidak menular itu adalah penyumbang terbesar kematian. Apakah diabetes, apakah stroke, apakah jantung, semuanya itu dari pola makan yang tidak sehat. Karena itu kami di Bappenas memberi penekanan betul bahwa faktor risiko dikurangi dan dicegah,” ujar Amich.

Di sisi lain, Anggota DPR RI Komisi XI, Puteri Anetta Komarudin menekankan, urgensi kebijakan yang berbasis kesadaran risiko untuk memastikan stabilitas dan ketahanan ekonomi nasional. Menurutnya, pemahaman yang baik terhadap berbagai potensi risiko, baik di sektor keuangan maupun pembangunan sangat penting agar langkah-langkah antisipatif dapat diterapkan secara efektif.

Pakar Hukum Universitas Indonesia, Hari Prasetiyo, menuturkan bahwa kunci untuk mengatasi risiko adalah membuat perencanaan. Menurutnya, dari rencana yang baik, maka risiko yang ada bisa dibaca dengan baik.  “Untuk bisa tahu bahwa ada di level mana risiko yang kita hadapi harus dimulai dengan proses kajian dan pemerintah harus campur tangan memberikan informasi kepada masyarakat,” kata Hari.

Menurutnya, jika risiko sejak awal sudah bisa dideteksi oleh pembuat kebijakan, maka langkah antisipatif dan mitigatif dapat segera dirancang untuk mencegah dampak yang lebih luas. Dengan pemetaan risiko yang tepat, kebijakan yang diambil akan lebih terarah, efektif, dan responsif terhadap berbagai tantangan yang mungkin muncul. Dalam konteks industri hasil tembakau, misalnya, kesadaran akan risiko menjadi faktor penting dalam perumusan kebijakan yang seimbang antara aspek kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan pekerja.

“Pendekatan pengurangan risiko bisa juga diadopsi untuk menciptakan keseimbangan, misalnya dengan penggunaan produk tembakau alternatif yang secara profil risiko lebih rendah sehingga tujuan dari Bappenas mengurangi prevalensi merokok dan dampak kesehatan dari merokok bisa dimulai dari situ,” katanya.

Selanjutnya: Wall Street Memerah Jumat (7/2), Terseret Ekspektasi Sikap Hati-hati The Fed

Menarik Dibaca: Tingkatkan TKDN, FAT Gas Compressor Hadir di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×