Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kehutanan akan mengeluarkan surat edaran menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan masyarakat hukum adat berkebun di kawasan hutan tanpa izin pemerintah.
Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA) Kemenhut Julmansyah mengatakan surat edaran ini akan menjelaskan lebih detil terkait putusan MK utamanya terkait larangan berkebun untuk tujuan komersial.
"Nanti akan ada batasan yang lebih operasional di SK, karena putusan MK masih sangat abstrak," kata Julmansyah dalam konferensi pers di Kantor Kemenhut, Jum'at (24/10/2025).
Baca Juga: Kemenhut Pastikan Kayu Ekspor Indonesia Sudah Legal, Bebas Deforestasi
Julmasyah tidak menampik bahwa putusan MK yang melarang berkebun bagi masyarakat adat untuk tujuan komersial masih bisa diperdebatkan.
Pasalnya, putusan tersebut tidak memuat detil batas-batas komersial yang diperbolehkan. Ia pun mempertanyakan apakah masyarakat yang ingin berkebun dan hasilnya diperdagangkan untuk memenuhi kehidupan pribadinya termasuk ke ranah komersial.
Maka itu, hal ini nantiya akan dipertegas dalam surat edaran. Julmansyah bilang, pemerintah juga membuka peluang untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
"Nanti batasannya akan lebih jelas seperti apa, termasuk volume hasil kebun yang akan dijual, nanti akan disepakati," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bagian Advokasi dan Perundang-undangan Biro Hukum Kemenhut Yudi Ariyanto memastikan pembuatan SK ini juga akan melibatkan banyak pihak termasuk para ahli dan akademisi.
Menurutnya, SK nantinya akan berfokus pada frasa turun-temurun, tidak komersial dan tidak perlu izin.
"Jadi bocorannya, surat edaran ini tidak lain dan tidak bukan, dan tidak jauh-jauh dari tiga frasa tadi sebetulnya, bagaimana kemudian menyikapi," tuturnya.
Sebelumnya, MK pada 16 Oktober lalu mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
Menurut MK, larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.
Baca Juga: Kawasan Hutan Disebut Hilang 30 Juta Ha, Ini Usulan untuk Revisi UU Kehutanan
Selanjutnya: Audiensi dengan KKP, Nelayan Bahas Isu Stop Ekspor Rajungan hingga Giant Sea Wall
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (25/10), Provinsi Ini Berpotensi Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













