Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Nelayan Indonesia (SNI) melakukan audiensi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam rangka membahas nasib ribuan nelayan jaring rajungan menyusul ancaman larangan ekspor komoditas tersebut ke Amerika Serikat (AS) per 1 Januari 2026.
Sekretaris Jenderal SNI, Arif Setiawan mengatakan, fokus utama audiensi menyampaikan keresahan nelayan terkait ancaman embargo AS terhadap rajungan hasil tangkapan jaring.
SNI mencatat, setidaknya ada 12.962 nelayan jaring di empat kabupaten Jawa Barat (Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Bekasi) yang hidupnya bergantung pada komoditas ini.
"Kami menyampaikan keresahan nelayan jaring rajungan. Bagaimana nasibnya ketika hasil tangkapan rajungan mereka tidak bisa diterima pembeli dari AS? Rajungan ini, kan, sulit dijual di pasar lokal," ujar Arif kepada Kontan.co.id, Jumat (24/10/2025).
Baca Juga: Nilai Ekspor Perikanan Indonesia Tembus US$ 1,94 Miliar di Triwulan I 2025
Arif merinci, opsi pergantian alat tangkap ke bubu seperti yang disarankan juga tidak mudah. Pasalnya, kapasitas kapal nelayan di wilayah itu rata-rata di bawah 7 Gross Tonnage (GT). "Itu baru jumlah dari 4 kabupaten, bagaimana nasib nelayan jaring rajungan di Sumatra Utara, Sulawesi Barat, dan daerah potensi lainnya?" imbuhnya.
Ironisnya, kata Arif, jaring rajungan yang digunakan nelayan kecil tersebut masuk dalam kategori alat tangkap ramah lingkungan menurut peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Namun, kebijakan AS memandang sebaliknya, sehingga mengancam mata rantai ekspor.
Selain isu rajungan, SNI juga menyampaikan pandangan kritis terhadap rencana megaproyek tanggul laut raksasa alias Giant Sea Wall yang tengah digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: KKP Telusuri Ekspor Udang ke AS yang Diduga Tercemar Radioaktif
"Kami meminta agar dalam pembangunannya, pemerintah harus memperhatikan kondisi dan situasi pesisir di tiap daerah," tegasnya.
Dalam pertemuan itu, perwakilan nelayan dari empat kabupaten juga blak-blakan menyampaikan persoalan di lapangan. Mulai dari sulitnya akses BBM bersubsidi, gemuknya birokrasi perizinan kapal, minimnya perlindungan kecelakaan laut, hingga konflik jalur tangkap dengan kapal-kapal industri.
"SNI akan terus menjadi penyambung lidah mereka dan kami mendorong KKP untuk benar-benar bisa mengimplementasikan UU No. 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan," pungkasnya.
Baca Juga: KKP Pastikan Pengawasan Ketat Pelaksanaan Kampung Nelayan Merah Putih
Selanjutnya: Nutrisius Perkuat Keamanan Formula, Buka Ruang Aman bagi Inovasi Produk F&B
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (25/10), Provinsi Ini Berpotensi Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













