kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.294.000   -9.000   -0,39%
  • USD/IDR 16.585   5,00   0,03%
  • IDX 8.258   6,92   0,08%
  • KOMPAS100 1.128   -3,16   -0,28%
  • LQ45 794   -6,53   -0,82%
  • ISSI 295   3,34   1,15%
  • IDX30 415   -3,30   -0,79%
  • IDXHIDIV20 467   -5,39   -1,14%
  • IDX80 124   -0,60   -0,48%
  • IDXV30 134   -0,53   -0,39%
  • IDXQ30 130   -1,48   -1,13%

Marak bencana di Indonesia, apa pemicunya?


Rabu, 12 Februari 2014 / 07:44 WIB
Marak bencana di Indonesia, apa pemicunya?
ILUSTRASI. Jadwal Lengkap MPL ID S10 Minggu 7 atau Week 7 (23 - 25 September 2022)


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kesalahan tata kelola lingkungan disebut sebagai penyebab maraknya bencana di Indonesia. Indonesia disebut sudah saatnya menerbitkan moratorium izin tambang dan perkebunan kelapa sawit, bersamaan dengan pembenahan area resapan air.

Ketua Pelaksana Kelompok Kerja Audit Lingkungan se-Dunia Ali Masykur Musa mengatakan moratorium izin tambang dan perkebunan kelapa sawit akan dapat meminimalisasi bencana alam. Saat ini, ujar dia, banyak pemberian izin tambang dan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara serampangan dan akhirnya merusak lingkungan.

Padahal, kata Ali, saat ini sudah terjadi kelebihan pasokan hasil tambang khususnya batu bara dan kelapa sawit. "Kita harus moratorium izin tambang karena beberapa udah over supply. Untuk batu bara, yang kita butuhkan 80.000 ton. Tapi sekarang kita sudah memproduksi 450.000 ton," kata Ali dalam diskusi "Indonesia: Peta Bencana dan Antisipasi", di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (11/2/2014).

"Kelapa sawit begitu juga, over supply. Meski saat ini kita jadi negara produsen sawit terbesar di dunia, tetap saja produksinya jauh melebihi permintaan," lanjutnya. Tambang dan kelapa sawit, kata Ali, merupakan penyebab terjadinya bencana alam yang diakibatkan kesalahan tata kelola lingkungan.

Selain kedua komoditas tersebut, Ali mengatakan kesalahan tata kelola lingkungan juga terjadi dalam rupa penggerusan daerah resapan air. "Tidak bisa jika ada banjir semata-mata hanya menyalahkan curah hujan yang tinggi. Periode musim hujan akan selalu ada, tapi kemampuan menyerap air yang tidak ada," ujarnya. "Banyak daerah resapan air yang berubah fungsi. Kalau begini terus, maka bencana akan terus terjadi," jelas Ali. (Alsadad Rudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×