Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
Penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus ini.
Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000.
Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.
Anton mengatakan, manuver Denny dalam kasus ini sebenarnya kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan.
Baca Juga: Pemprov DKI batal tunjuk Denny Indrayana hadapi banding gugatan reklamasi Pulau H
"Sebelumnya, ada proyek yang dilaksanakan, namanya Simponi. Ini program pembuatan paspor secara elektronik juga, malahan tidak dipungut biaya. Tapi Denny tetap mau sistem payment gateway yang berjalan," kata Anton.
Anton menyebutkan bahwa penyidik masih dalam penyelidikan lebih lanjut tentang dugaan aliran dana dari rekening tersebut ke rekening pribadi Denny.
Begitu juga soal apakah ada keterkaitan antara dua vendor tersebut dan Denny secara pribadi.
Anton juga mengatakan bahwa kemungkinan akan ada yang dijadikan tersangka selain Denny.
"Bukan hanya satu tersangka, tapi baru satu, karena tersangka ini akan merembet ke yang lain," ujar Anton.
Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.
Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Denny Indrayana Jadi Tersangka, Kejati Sebut Kelanjutan Kasus Payment Gateway Dalam Penyidikan Polri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News