kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.917.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.220   -84,00   -0,52%
  • IDX 7.893   101,21   1,30%
  • KOMPAS100 1.117   11,96   1,08%
  • LQ45 830   6,60   0,80%
  • ISSI 263   5,24   2,03%
  • IDX30 429   3,31   0,78%
  • IDXHIDIV20 492   4,68   0,96%
  • IDX80 124   0,93   0,75%
  • IDXV30 128   0,92   0,73%
  • IDXQ30 138   1,74   1,27%

Mahasiswa harus aktif perlambat perubahan iklim


Jumat, 13 November 2015 / 16:24 WIB
Mahasiswa harus aktif perlambat perubahan iklim


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Perubahan iklim sedang terjadi. Semua negara berupaya agar perubahan iklim bisa diperlambat dengan mengajukan berbagai konsep pembangunan yang ramah lingkungan. Aktor utama yang dapat membantu atau berjuang memperlambat proses perubahan iklim adalah generasi muda.

Diperlukan pemahaman dasar mengenai perubahan iklim dan dampaknya bagi generasi masa depan. Kita tidak mewarisi bumi tempat kita hidup dari nenek moyang tetapi justru sedang meminjamnya dari generasi masa depan. Jika kita tidak melindungi bumi sekarang maka generasi masa depan tidak akan mengenal bumi seperti yang kita kenal sekarang.

Pemerintah Indonesia saat ini sedang memperjuangkan perubahan iklim secara nasional dengan mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut, memberikan hak atas kehidupan masyarakat adat, membuat kebijakan satu peta, dan lain sebagai-nya. Pada tingkat international, Indonesia telah menyatakan komitmennya antara lain pada saat bilateral meeting dengan Amerika Serikat (AS). Salah satu topik yang menjadi pembicaraan adalah upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim ini mendapat support dari AS

Pada Desember nanti, Indonesia akan hadir dengan sekitar 200 negara lainnya pada Konferensi Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) ke-21, yang diselenggarakan Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Paris, Perancis. Selama dua minggu, lebih dari 50.000 peserta akan mendiskusikan dan menyepakati berbagai hal termasuk komitmen setiap negara untuk mengurangi emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim.

Pemahaman mengenai perubahan iklim yang sudah dinyatakan pemerintah juga harus dimiliki oleh generasi muda. Sebab, generasi muda nantinya akan melanjutkan inisiatif yang dilakukan pemerintah. Kelak, mereka akan menjadi pejuang dalam memperlambat proses iklim di masa mendatang. Pemerhati Lingkungan Wimar Witoelar mengatakan, upaya menanggulangi (mitigasi) dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus menjadi upaya bersama dan dilakukan semua pihak termasuk generasi muda seperti mahasiswa.

Peran aktif mahasiswa dalam mencegah perubahan iklim bisa dilakukan dengan berbagai cara. Namun, satu cara yang paling penting adalah mahasiswa harus menggunakan hak suaranya saat ada pemilihan kepala daerah. “Kita harus memilih calon gubernur dan bupati/walikota yang memiliki komitmen mencegah perubahan iklim," kata Wimar dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Jumat (13/11).

Selama ini, kerusakan lingkungan termasuk kebakaran hutan yang memicu perubahan iklim akibat kepala daerah yang korupsi dengan memberikan izin alih fungsi lahan dan hutan terutama gambut menjadi perkebunan dan tambang. "Salah satu momentum international yang mahasiswa Indonesia bisa manfaatkan adalah Conference of Parties (COP) 21 yang akan diadakan di Paris, di mana generasi muda berkontribusi menyuarakan semangat perubahan iklim yang diperjuangkan oleh delegasi Indonesia," katanya.

Melda Wita Sitompul, dari Yayasan Perspektif Baru menambahkan, generasi muda Indonesia dalam hal ini mahasiswa memiliki potensi besar sebagai agen perubahan di masa mendatang. "Mahasiswa Indonesia sudah saatnya memiliki semangat melawan perubahan iklim dan memulai merubah gaya hidupnya agar lebih peduli kepada lingkungan," ajaknya.

Memang, kebakaran hutan dan lahan gambut memberikan kontribusi sangat besar terhadap emisi gas rumah kaca dan menimbulkan bahaya kesehatan yang serius bagi generasi penerus bangsa Indonesia. Direktur Wetlands International Indonesia Nyoman Suryadiputra menyebutkan, lebih dari 90% lahan gambut Indonesia terletak tidak jauh (kurang dari 90 km) dari pantai dengan elevasi kurang dari 30 meter dari permukaan laut.

Hampir semua kegiatan perkebunan (sawit dan akasia) di atas lahan gambut melakukan sodetan-sodetan atau membangun kanal-kanal drainase yang membuang air gambut ke sungai-sungai di dekatnya. "Akibat lebih lanjut dari kondisi demkian, gambut menjadi kering dan rentan terbakar," jelasnya.  

Selain itu, gambut yang kering akan mengalami subsiden (amblas), padahal di sisi lain permukaan air laut terus meningkat (sekitar 3 mm/tahun) akibat perubahan iklim. Kedua kondisi ekstrem ini sangat mengkhawatirkan kita semua, karena setelah bencana kebakaran, Indonesia akan dihadapkan dengan permasalahan kebanjiran atau tenggelamnya daerah-daerah pesisir dimana lahan gambut itu berada. 

Suryadiputra mengimbau, generasi muda harus bangkit dan bertindak, untuk mengingatkan kepada seluruh pihak baik swasta, masyarakat, dan pemerintah bahwa jika lahan gambut tidak segera diselamatkan, maka tamatlah riwayat berbagai bisnis dan pemukiman di wilayah pesisir Indonesia, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×