Reporter: Andi M Arief | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Indonesia akan beralih menjamah ranah dalam jaringan (daring). Mahkamah Agung (MA) menargetkan pengadilan di seluruh Indonesia akan segera mengimplementasikan sistem pengadilan elektronik, atau e-court, pada September mendatang.
Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Peradilan Umum (Badilum) MA RI, Herry Swantoro merincikan, pada Minggu ini akan ada 13 pengadilan umum yang akan menerapkan sistem e-court.
"Badilag (Badan Peradilan Agama) 9 sudah siap, (sedangkan pengadilan) TUN (Tata Usaha Negara) 6," ungkap Herry kepada wartawan seusai acara Sosialisasi e-court, Jumat (20/7).
E-court merupakan program besutan baru MA. Dengan sistem ini, para advokat dapat mebgunggah berkas-berkas gugatan klien mereka melalui portal e-court.
Terlebih, setelah memasukkan berkas gugatan, advokat bisa mengetahui nomor kasus dan biaya panjar pengadilan kurang dari satu jam. Selain itu, yang tergugat (principal) bisa dipanggil melalui surel, alih-alih surat fisik.
"Nah, ini yang diuntungkan adalah tentunya pencari keadilan. Upaya hukumnya akan lebih cepat karena kan (proses memasukkan) gugatanya tidak ribet. Dimana pun bisa dilakukan pembayaran (uang panjar pengadilan) oleh advokatnya, sehingga peradilan sederhana cepat dapat dipenuhi," ucap Herry
Sampai saat ini, sistem e-court baru diterapkan di Pengadilan Klas 1 Jakarta Pusat dan Pengadilan Klas 1 Surabaya. Sistem ini diberlakukan oleh MA sesuai dengan Peraturan MA (Perma) No. 3/2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.
Herry menegaskan, Perma no. 3/2018 dibentuk untuk menunjukkan pada dunia bahwa peradilan di Indonesia mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. "Peradilan di Indonesia tidak ribet dan sudah mengimplementasikan teknologi yang ada," ujar Herry.
Saat ini, sistem ini hanya bisa digunakan oleh para advokat yang sudah terdaftar atau memiliki berita acara sumpah advokat. MA berencana akan membuka saluran untuk pihak perorangan. Namun, "(masuknya) perorangan berarti akan lebih banyak, lebih gampang orang bisa masuk," anggap Herry.
Herry mengaku, sebagai hakim karir, ia lebih memilih sistem ini digunakan secara eksklusif bagi para advokat. Pasalnya, sistem ini mengharuskan para advokat yang ingin terdaftar dalam sistem untuk menggugah Kartu Tanda Penduduk (KTP), Berita Acara Sumpah Advokat, Surat Keputusan (SK) Advokat, dan domisili elektronik.
"Jadi ini tidak bisa dibuat main-main. Kalau perorangan masuk (sistem ini) bagaimana (verifikasinya)? Ini yang mungkin akan dikaji lagi oleh MA," tutur Herry.
Herry mengklaim, sistem ini dapat mereduksi biaya peradilan dengan signifikan. Contohnya, biaya pemanggilan akan berkurang, sebab juru sita tidak perlu lagi bolak-balik pengadilan.
"Artinya sidang (elektronik) nantinya bisa di (sidang) Jawaban, (sidang) Ruplik, (sidang) Duplik, dan (sidang) Kesimpulan. Pembuktian dan putusan tetap di sidang terbuka untuk umum," ucap Herry.
Para advokat yang mengikuti sosialisasi di Hotel Pullman itu pun tampak antusias. Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) memandang sistem ini sebagai terobosan dalam bidang peradilan. Perkaranya, waktu dan biaya advokat untuk mengikuti peradilan dipangkas signifikan.
"Kebijakan ini sangat menguntungkan kita. Kedua, kita advokat semakin profesional," papar Juniver Girsang, Ketua Peradi dalam sambutannya di acara Sosialisasi e-court, Jumat (20/7).
Juniver menjelaskan, dengan adanya sistem ini, advokat bisa mendapatkan biaya peradilan yang pasti dan proses peradilan cepat.
Ditambah, sistem ini dapat mengurangi jumlah advokat liar berkat verifikasi oleh Pengadilan Tinggi dan MA. Namun, Juniver mengaku, para advokat mau tidak mau harus bisa menggunakan sistem e-court.
Jika para advokat gagap teknologi, "tentu tidak bisa mengikuti apa yang sudah dibuat oleh MA. Dan yang sangat ditunggu oleh advokat selama ini memang kebijakan ini," cepat Juniver.
Dengan Telkom
Dirjen Badan Peradilan Agama (Badilag) MA RI, Aco Nur mengatakan, sistem pengadilan elektronik ini sudah dicanangkan sejak lama.
Namun, Aco menilai, saat ini merupakan saat yang tepat untuk meluncurkan sistem ini. "Ide (sistem e-court ini) murni dari MA. Walaupun kami lakukan studi banding ke luar negeri, itu merupakan masukan sebagai inspirasi saja," klaim Aco.
MA menghitung hampir tidak ada anggaran yang digunakan dalam pembuatan sistem ini. Namun, Aco mengaku akan memulai mengeluarkan anggaran dalam pengembangan sistem ini. Pasalnya, sambungan internet menjadi krusial dalam sistem ini.
"Akan ada kerja sama dengan Telkom. Belum kita berpikir (provider swasta), masih Telkom saja. BUMN," paparnya.
Aco mengaku, wilayah Indonesia timur akan menjadi tantangan dalam pengembangan sistem ini. Masalahnya, sambung Aco, sarana dan pra-sarana yang tersedia di Indonesia timur sulit diakses.
Tapi, "pengadilan berusaha semaksimal mungkin agar pengadilan bisa melaksanakan itu," tukas Aco.
"Tahun ini menjadi program khusus bagi Pengadilan dan MA untuk penerapan e-court ini," pungkas Aco.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News