Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali mencatat minimnya minat pasar dalam lelang Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Dalam beberapa sesi terakhir, instrumen stabilisasi nilai tukar tersebut bahkan tidak mendapat penawaran sama sekali.
Kondisi ini mencerminkan ekspektasi pelaku pasar bahwa rupiah berpotensi bergerak lebih lemah dibanding level DNDF yang ditawarkan BI.
Pada lelang DNDF sesi sore Jumat (21/11/2025), BI mencatat bahwa tenor 1 bulan dengan kurs Rp16.729 hanya mencatat transaksi US$20 juta.
Baca Juga: Danantara Siap Terbitkan Patriot Bonds Jilid II Rp 15 Triliun, Ini Catatan Analis
Sementara untuk tenor 3 bulan, BI mematok kurs DNDF Rp16.740, namun tidak ada penawaran yang masuk.
Tren tidak lakunya DNDF ini sudah berlangsung sejak pertengahan November 2025. Pada lelang Kamis (13/11/2025), misalnya, BI menawarkan DNDF tenor 1 bulan pada Rp16.747 dan tenor 3 bulan pada Rp16.758. Namun, kedua tenor tersebut sepi peminat.
Pasar menilai rupiah masih berpotensi melemah
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Rizal Taufikurahman menilai, sepinya minat peserta lelang DNDF menandakan ekspektasi pasar terhadap rupiah berada di level yang lebih lemah dibanding kurs yang ditetapkan BI.
Dengan tenor 1–3 bulan yang dipatok BI di kisaran Rp16.740–Rp16.760, pasar justru menilai nilai wajar rupiah berada lebih dekat ke rentang Rp16.800–Rp16.900.
Baca Juga: Apkasi Siap Gelar AOE 2026: Miniatur Komoditas Indonesia dalam Satu Atap
“Ketidaktertarikan peserta lelang menunjukkan bahwa pelaku pasar menilai risiko depresiasi rupiah masih cukup tinggi sehingga mereka enggan mengunci kurs di level yang lebih kuat daripada ekspektasi fundamental,” jelas Rizal kepada Kontan.co.id, Minggu (23/11/2025).
Menurut Rizal, pelaku pasar memilih menunda hedging karena merasa kurs DNDF terlalu optimistis dibanding kondisi aktual.
Hal ini juga mencerminkan permintaan dolar baik dari korporasi maupun investor yang masih kuat, sementara suplai valas belum stabil.
Ketiadaan penawaran DNDF, lanjut dia, secara implisit menambah tekanan terhadap rupiah karena instrumen stabilisasi BI belum mampu menggeser ekspektasi pasar.
Baca Juga: Kementan Melalui PVTPP Dorong Sukabumi Tuntaskan Capaian LTT
Rupiah masih dalam fase rentan
Rizal menjelaskan bahwa rupiah saat ini dipengaruhi dua sentimen utama:
1. Sentimen eksternal
- Suku bunga The Fed yang masih tinggi
- Penguatan dolar akibat sentimen risk-off
- Arus keluar portofolio asing
2. Sentimen domestik
- Kebutuhan dolar korporasi menjelang akhir tahun
- Ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang melemah
- Sentimen fiskal dan kredibilitas stabilisasi BI yang masih diuji
“Kombinasi faktor tersebut membuat rupiah berada dalam fase rentan dan mudah tertekan,” jelas Rizal.
Baca Juga: Gus Yahya Tegaskan Tidak Akan Mundur, Dorong Konsolidasi NU yang Maslahat
Prospek rupiah hingga akhir 2025 dan 2026
Rizal memproyeksikan tekanan terhadap rupiah masih berlanjut dalam jangka pendek.
Selama The Fed belum menurunkan suku bunga, aliran modal belum kembali, dan kebutuhan dolar meningkat menjelang akhir tahun, rupiah cenderung bergerak melemah.
Namun, jika volatilitas global mereda dan intervensi BI melalui spot, DNDF, serta SRBI berjalan lebih efektif, stabilisasi rupiah berpeluang terjadi.
Dalam waktu dekat, rupiah diperkirakan bisa kembali ke rentang Rp16.600–Rp16.800.
Untuk akhir 2025, Rizal memperkirakan pergerakan rupiah berada di kisaran Rp16.700–Rp16.900, dengan skenario risk-off memungkinkan rupiah menembus Rp17.000 per dolar AS.
Baca Juga: Kemendagri Harapkan ILASPP Mempercepat Penyelesaian Batas Desa
Sementara pada 2026, peluang penguatan terbuka jika The Fed mulai memangkas suku bunga, sehingga rupiah dapat bergerak menuju Rp16.300–Rp16.600.
Namun, jika penurunan suku bunga tertunda atau ketidakpastian global berlanjut, rupiah berpotensi bertahan di rentang Rp16.700–Rp17.000.
Selanjutnya: Isu Merger dengan Grab Kian Menguat, Diawali dengan Mundurnya Patrick Waluyo
Menarik Dibaca: Cara Mengaktifkan Fitur Facebook Pro, Ikuti Langkah Demi Langkah Berikut Ini Ya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













