Reporter: Yudho Winarto | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Putusan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di tingkat Mahkamah Agung (MA) rupanya menimbulkan polemik. Sebut saja putusan mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU), Romli Atmasasmita, Syamsudin M Sinaga, dan mantan Dirut PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) yang dianggap layak untuk dieksaminasi Komisi Yudisial sebagai pintu masuk mengusut dugaan mafia peradilan.
"Sebab, prinsip kemerdekaan hakim dalam memutus perkara selalu menjadi tempat untuk berlindung," kata Tri Wahyu Kh, Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM), Jumat (7/1).
Menurutnya putusan untuk ketiga terdakwa yang tersandung kasus Sisminbakum itu terlihat janggal. Sebut saja Romli mendapatkan vonis lepas dari segala tuntutan hukum, sementara Yohanes dan Syamsudin diputus bersalah. Pasalnya kasus Sisminbakum ini merupakan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan merugikan negara sebanyak Rp 420 miliar. "MA itu satu institusi tapi kok bisa berbeda pendapat. Komitmen MA dalam memberantas korupsi bagaimana," ujarnya.
Meski demikian, Tri memahami jika langkah KY untuk mengeksaminasi putusan tidak mudah. Ini bakal ditentang oleh MA. Maka ICM menyerukan pada periode kepemimpinan KY yang baru harus berani memeriksa putusan sebagai pintu masuk dalam mengkaji dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana dinyatakan dan dilakukan oleh Ketua KY terdahulu Busyro Muqoddas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News