Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengingatkan kondisi inflasi yang masih tinggi di negara-negara maju dapat berdampak buruk terhadap kondisi nilai tukar mata uang di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawari sekaligus Ketua Komite KSSK mengatakan, tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi meskipun saat ini trennya sedang dalam penurunan.
Menurutnya, tekanan inflasi tersebut akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) yang baru saja menaikkan policy rate (Federal Fund Rate/FFR) 25 basis poin (bps).
Baca Juga: KSSK Optimistis Inflasi Hingga 2024 Tetap Terkendali Dalam Kisaran 3,0%
Selain itu, perkembangan tersebut juga menyebabkan aliran modal ke negara berkembang akan lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global,” tutur Sri Mulyani dalam Konferensi pers, Selasa (1/8).
Meski begitu, Sri Mulyani mengungkapkan saat ini kondisi nilai tukar rupiah masih terkendali sehingga bisa mendukung stabilitas perekonomian.
Nilai tukar Rupiah sampai dengan 28 Juli 2023 secara year to date tercatat menguat 3,13% ptp dari level akhir Desember 2022, lebih kuat dibandingkan dengan apresiasi Peso Filipina (1,55%), Rupee India (0,57%), dan Baht Thailand (0,28%).
Baca Juga: KSSK Beberkan Sejumlah Persoalan Global yang Bisa Mengancam Perekonomian RI
Ke depan, kata Dia, dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar Rupiah diprakirakan akan menguat ditopang oleh indikator fundamental ekonomi yang kuat, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA).
Selain itu, persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menguat, tecermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I, dari stabil menjadi positif, dengan level rating tetap terjaga pada BBB+ (2 notch di atas level terendah investment grade).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News