Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mencatat sederet persoalan yang menjadi ancaman ekonomi Indonesia dan sistem keuangan dalam negeri. Mulai dari perlambatan ekonomi global, hingga risiko inflasi yang tinggi di negara maju.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawari sekaligus Ketua Komite KSSK mengatakan, sederet persoalan yang bisa mengancam perekonomian Indonesia di antaranya, Dana Moneter Internasional (IMF) yang merevisi kembali proyeksi pertumbuhan global menjadi 3,0% yoy di 2023, sedikit lebih baik dari proyeksi April 2023 (2,8% yoy).
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara maju di Eropa diprakirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tetap sama, namun risiko tertahannya konsumsi dan investasi terutama sektor properti negara tersebut harus terus diwaspadai.
Sementara itu, tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Hal ini diprakirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR).
“Perkembangan tersebut menyebabkan aliran modal ke negara berkembang akan lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (1/8).
Baca Juga: Pemerintah Optimistis Bisa Menekan Inflasi di Bawah 4% pada Tahun Ini
Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik. Perekonomian kuartal II 2023 diprakirakan masih tumbuh kuat, ditopang peningkatan konsumsi rumah tangga dan tren ekspansif aktivitas manufaktur sebagaimana ditunjukkan oleh PMI Manufaktur yang meningkat ke level 53,3 pada Juli 2023, lebih tinggi dibandingkan Juni 2023 sebesar 52,5.
Selain itu, kinerja APBN sampai dengan semester I 2023 masih solid. Meskipun termoderasi di tengah normalisasi harga komoditas, pendapatan negara tetap tumbuh positif. Kinerja belanja negara juga terus ekspansif dan menopang berbagai agenda pembangunan serta menjaga stabilitas kondisi ekonomi makro.
Hingga akhir Juni 2023, kondisi kesehatan fiskal terus terjaga dengan baik, tercermin dari surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp368,2 triliun dan surplus anggaran fiskal sebesar Rp152,3 triliun, setara dengan 0,71% PDB.
Pendapatan negara masih tumbuh positif 5,4% sehingga realisasi mencapai Rp1.409,7 triliun atau 57% dari target APBN. Kemudian, Realisasi belanja negara semester I 2023 mencapai Rp1.255,7 triliun (41,0% dari pagu APBN).
Dia menambahkan, di tengah tren pelambatan ekonomi global serta dinamika geopolitik yang masih diselimuti ketidakpastian, APBN 2023 tetap berupaya keras dalam mendukung berbagai upaya pemulihan ekonomi dan pelaksanaan agenda prioritas nasional.
Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Pertumbuhan Ekonomi RI Masih Kuat, Ini Faktor Pendorongnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News