kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KSPI menanggapi keberatan kalangan pengusaha soal uang pesangon karyawan


Jumat, 31 Januari 2020 / 16:29 WIB
KSPI menanggapi keberatan kalangan pengusaha soal uang pesangon karyawan
ILUSTRASI. Pekerja memproduksi sepatu untuk diekspor di Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019).


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Anton J Supit mengungkapkan bahwa pesangon merupakan masalah yang paling berat dihadapi pengusaha. Dia berani bilang bahwa nominal pesangon di Indonesia paling tinggi di dunia.

“Saya berani katakan pesangon kita tertinggi di dunia, dan juga upah minimum kita sudah tidak menarik,” kata Anton di Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Baca Juga: Faisal Basri: Investasi turun, biang keladinya adalah pemerintah sendiri

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S. Cahyono, berkesimpulan bahwa, kalangan pengusaha menganggap besarnya pesangon dan upah minimun sebagai penghambat investasi.

Atas dasar itu, kalangan pekerja curiga jika di dalam omnibus law, pihak pengusaha meminta agar nilai pesangon dikurangi atau dihilangkan. Kecurigaan ini diperkuat dengan keberadaan Satgas Omnibus Law yang di dalamnya terdapat beberapa wakil pengusaha, tetapi tidak ada satu pun perwakilan serikat pekerja.

KSPI dan pekerja Indonesia dengan tegas menolak jika nilai pesangon dikurangi atau dihilangkan. Sebab pesangon menjadi tumpuan bagi pekerja untuk bertahan hidup, ketika mereka kehilangan pekerjaan.

Baca Juga: Serikat buruh tolak omnibus law cipta lapangan kerja, ini kata DPR

"Jika pengusaha merasa berat membayar pesangon, akan lebih produktif jika diskusinya adalah mencari solusi atau jalan keluar. Bukan bersikap manja, dengan meminta agar aturan pesangon direvisi," ujar Kahar dalam siaran pers, Jumat (31/1).

Kahar menyebutkan, salah satu yang bisa dilakukan adalah, pemerintah membentuk semacam lembaga penjamin pesangon. Dimana perusahaan diwajibkan untuk menyisihkan atau menabung uang yang secara khusus digunakan sebagai biaya cadangan untuk membayar pesangon bagi buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja.

Uang yang ditabung tersebut bukan dipotong dari gaji buruh yang bekerja, melainkan murni dari perusahaan. Apalagi, memang, dalam aturannya, perusahaan wajib memberikan pesangon kepada pekerja yang terkena PHK.

Baca Juga: Mengapa buruh menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja? Ini enam alasannya

"Karena tidak dianggarkan, maka perusahaan akan merasa berat. Padahal kita semua tahu, pesangon adalah kewajiban bagi pengusaha," kata dia.

Dengan demikian, Kahar mengatakan, nilai pesangon yang ada saat ini tidak perlu diubah. Tetapi yang diperlukan adalah satu sistem yang bisa memastikan agar setiap pekerja bisa mendapatkan pesangon.

Baca Juga: Faisal Basri: Pemerintah salah diagnosis soal Omnibus Law

"Sebenarnya berbagai solusi atau mekanisme terkait pesangon sangat banyak dan tersedia. Hanya saja, perusahaan dan pemerintah sering malas mencari jalan pintas dan mengakibatkan buruh kena batunya," tutur Kahar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×