CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Faisal Basri: Pemerintah salah diagnosis soal Omnibus Law


Senin, 20 Januari 2020 / 13:14 WIB
Faisal Basri: Pemerintah salah diagnosis soal Omnibus Law
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia. Foto/KONTAN/Djumyati Partawidjaja


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Faisal Basri menilai, ada kesalahan diagnosis yang dilakukan pemerintah terkait Omnibus Law. Hal itu dia jelaskan dalam blognya di faisalbasri.com. 

Menurut Faisal, Presiden Joko Widodo kerap mengeluhkan investasi sebagai biang keladi dari pertumbuhan yang tak beringsut dari level 5% di mana kebijakan selama ini belum ada yang “nendang”. Presiden juga mengeluhkan tak ada satu pun perusahaan yang merelokasikan pabriknya dari China ke Indonesia sebagai imbas dari perang dagang Amerika Serikat dengan China.

"Kenyataan bicara lain. Kinerja investasi Indonesia tidak buruk-buruk amat. Pertumbuhan investasi yang diukur dengan pembentukan modal tetap bruto dalam lima tahun terakhir masih di atas pertumbuhan PDB," jelas Faisal.

Baca Juga: RUU Omnibus Law dinilai hanya untuk kepentingan oligarki

Bahkan, lanjut Faisal, pertumbuhan investasi Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara lain lebih tinggi. Sebut saja Malaysia, Afrika Selatan dan Brazil. "Dibandingkan dengan China sekalipun, pertumbuhan investasi Indonesia masih lebih tinggi," jelasnya. 

Faisal juga menguraikan, Di ASEAN, sumbangan investasi dalam PDB tak ada yang mengalahkan Indonesia, bahkan Singapura dan Vietnam sekalipun. Memang Indonesia kalah dengan China, namun China sudah mengalami kecenderungan menurun. "Mereka kelebihan investasi sehingga harus repot-repot menciptakan proyek-proyek besar di luar negeri lewat “One Belt, One Road” initiative," paparnya.

Baca Juga: Ini Pandangan Pebisnis dan Pekerja atas RUU Cipta Lapangan Kerja


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×