Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi persaingan usaha Singapura, Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) menjatuhkan sanksi kepada Grab setelah adanya indikasi monopoli di sektor jasa transportasi online. Hal itu terjadi setelah Grab mengakuisisi Uber. Guna menghindari kejadian serupa terjadi di Indonesia, sejumlah pihak disarankan untuk segera meningkatkan pengawasan.
Muhammad Syarkawi Rauf, Pengamat persaingan usaha menilai, monitoring secara periodik di Indonesia wajib dilakukan pasca Grab mengakuisisi Uber. Terlebih, ada investor besar yang bersiap mengelontorkan dana banyak dibalik akuisisi tersebut.
Karena besarnya ketersediaan dana, hal itu berpotensi membuat Grab justru menggencarkan strategi jual rugi. "Itu untuk mengusir pesaing dari pasar, istilahnya biasa disebut predatory pricing dengan berlindung di balik program promosi,” ujar Syarkawi dalam siaran persnya, Selasa (10/7).
Predatory pricing merupakan strategi untuk menetapkan harga serendah mungkin. Tujuannya, bukan hanya untuk bersaing tapi memiliki kecenderungan untuk mematikan pesaing.
Setelah pesaing mati perusahaan pemenang akan menjadi perusahaan monopoli yang berpotensi mengeksploitasi pasar dengan harga jual tinggi, menghilangkan persaingan dan berkurangnya kualitas pelayanan.
”Perusahaan monopoli akan cenderung mengeksploitasi pasar dengan harga jual yang tinggi, seperti dalam temuan CCCS Singapura pasca akuisisi aset Uber oleh Grab,” jelas Syarkawi.
Sebaiknya, perusahaan juga jangan main-main dalam menggencarkan strategi. KPPU Indonesia dan Singapura memang berbeda. Keduanya menganut dasar hukum yang beda.
Sehingga, keputusan yang diambil saat adanya temuan pun berbeda. Di Singapura, sanksinya berupa denda. Di Indonesia, sanksi terberatnya bisa berupa pembatalan merger atau akuisisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News