Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai tidak ada yang istimewa dari tuntutan pencabutan hak politik terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pencabutan hak politik terhadap Anas sama dengan tuntutan pencabutan hak politik terhadap terdakwa korupsi lainnya.
"Bagi KPK, Anas itu diperlakukan sama posisinya sama dengan terdakwa kasus korupsi lainnya, tidak ada bedanya sama sekali sama seperti Djoko Susilo, Atut, Rusli Zainal, Akil dan lainnya yang juga diminta untuk dicabut hak dipilih dan memilihya," kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima KONTAN, Rabu (23/9).
Lebih lanjut Bambang mengatakan, KPK sebagai penegak hukum, bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti serta pembuktian. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, bukanlah orang politik yang tidak bermain-main dengan pernyataan dan sinyal politis seperti yang kerap kali diungkapkan Anas Urbaningrum dan kelompoknya, yang berlatar belakang politisi.
"Itu sebabnya JPU KPK tidak akan buat pernyataan yang bersifat politis apalagi melakukan tindakan politisasi seperti yang sering dilakukan Anas. Misalnya, pernah dikemukakan Anas berkaitan dengan pernyataannya soal bersedia digantung di Monas kalau korupsi Rp 1 rupiah saja, tetapi kini seolah dilupakannya," tutur Bambang.
Sebelumnya, dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan pada Kamis (18/9) lalu, Anas menyebut bahwa tuntutan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik merupakan mahkota dari dakwaan yang disusun oleh JPU pada KPK. Anas menilai, dakwaan yang disusun Jaksa bertujuan untuk menghilangkan hak politik tersebut.
Lebih lanjut menurut Anas, dakwaan dan tuntutan jaksa kental dengan aroma politik. Hal tersebut tercermin ketika surat tuntutan ditutup dengan kalimat politik yang mengimbau agar Anas rela berkorban seperti tokoh wayang Wisanggeni dalam konteks kontestasi Bharatayuda Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014.
Anas kembali akan menjalani persidangan kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya serta pencucian uang. Sidang tersebut beragendakan pembacaan vonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
KPK kata Bambang, berharap putusan majelis hakim sependapat dengan tuntutan KPK untuk memberikan hukuman yang maksimal sesuai kesalahan yang dilakukan Anas.
Sebelumnya, JPU pada KPK menuntut Anas dengan hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsidair lima bulan kurungan. Jaksa menilai, Anas terbukti menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lain serta terbukti melakukan pencucian uang.
Selain itu, Jaksa juga menuntut Anas untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 94,18 miliar lebih atau tepatnya dan US$ 5,26 juta. Apabila Anas tidak membayarkannya selama satu bulan sesudah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Atau, apabila Anas tidak sanggup membayat karena tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dapat diganti dengan pidana selama empat tahun penjara.
Jaksa juga menuntut Anas dengan pidana tambahan yakni berupa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik yang dimiliki Anas. Jaksa juga menuntut agar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Arina Kotajaya seluas 5.000-10.000 hektare (Ha) yang berada di Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur, dicabut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News