Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah dirinya disebut membangun persepsi publik. Anas malah menyebut dirinya sebagai korban opini menerima gratifikasi berupa Toyota Harrier dari PT Adhi Karya terkat proyek Hambalang.
Hal tersebut disampaikan Anas dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya serta pencucian uang.
"Persepsi dibangun secara sistematis dalam waktu panjang. Dilakukan secara bertalu-talu dan bergelombang bahwa benar terdakwa (Anas) menerima gratifikasi Mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya," kata Anas saat membacakan pledoinya, Kamis (18/9).
Lebih lanjut menurut Anas, opini penerimaan gratifikasi tersebut malah dijadikan dasar ditetapkan dirinya sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, berdasarkan fakta persidangan kata Anas, hal tersebut justru tidak terbukti.
"Ujungnya ada di dalam surat dakwaan bahwa sesuatu yang bukan gratifikasi dijadikan gratifikasi," tegas Anas.
Sebelimnya, dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Anas dan penasehat hukumnya terjebak dalam membangun persepsi. Padahal kata Jaksa, perkara yang disidangkan adalah masalah hukum yang tidak dibangun dari asumsi atau persepsi.
JPU menuntut Anas dengan hukuman pidana penjara selama 15 tahun. Jaksa juga menuntut Anas Urbaningrum dengan pidana denda Rp 500 juta subsidair lima bulan kurungan. Jaksa menilai, Anas terbukti menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lain serta terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Selain itu, Jaksa juga menuntut Anas untuk membayarkan uang pengganti sebesar Rp 94,18 miliar lebih atau tepatnya dan US$ 5,26 juta. Apabila Anas tidak membayarkannya selama satu bulan sesudah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Atau, apabila Anas tidak sanggup membayat karena tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dapat diganti dengan pidana selama empat tahun penjara.
Jaksa juga menuntut Anas dengan pidana tambahan yakni berupa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik yang dimiliki Anas. Jaksa juga menuntut agar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Arina Kotajaya seluas 5.000-10.000 hektare (Ha) yang berada di Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur, dicabut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News