Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan areal penghentian pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut seluas 66,27 juta hektare.
Hal ini sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK. 4945/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/8/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 periode II (PIPPIB).
Jumlah PIPPIB tahun 2020 periode II ini berkurang sebesar 43.574 ha dari PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut tahun 2020 periode I yang seluas 66,32 juta ha.
Baca Juga: Perkebunan sawit dan masyarakat adat dinilai dapat hidup berdampingan
"Terjadi perubahan luasan, jadi relatif sama di 66 juta hektare, dari 66,32 juta hektare menjadi 66,27 juta hektare," ujar Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Belinda Arunarwati Margono dalam konferensi pers, Rabu (30/9).
Bila dirinci, luas PIPPIB tahun 2020 periode II berdasarkan kriteria adalah kawasan seluas 51.25 juta ha, lahan gambut sebesar 5,31 juta ha dan hutan alam primer seluas 9,7 juta ha.
Belinda mengatakan, revisi PIPPIB ini sudah memperhatikan perubahan tata ruang, masukan dari masyarakat, pembaharuan data perizinan, serta hasil survei kondisi fisik lapangan.
Lebih lanjut dia menerangkan, dalam 6 bulan proses perubahan PIPPIB ini terjadi pengurangan luas juga penambahan luas akibat berbagai faktor.
Pertama, terjadi pengurangan luas sebesar 18.213 ha akibat masukan dari masyarakat tentang izin dan penguasaan lahan yang dikonfirmasi sebelum tahun 2011.
"Jadi ada HGU, SHM, SKT yang sebelumnya tidak terdeteksi, itu baru terdeteksi. kalau dia sudah dimiliki tahun 2011 itu masih diakui, tapi setelah keluarnya setelah 2011, itu sudah PIPPIB yang menang," kata Belinda.
Baca Juga: Menteri LHK ingatkan pemegang IPPKH segera rehabilitasi daerah aliran sungai
Selanjutnya ada pengurangan luas lahan sebesar 11.837 ha karena pemutakhiran data perizinan. Ada pengurangan seluas 8.223 ha karena pemutakhiran data bidang tanah.
Lalu, ada pengurangan luas sebesar 30.870 ha akibat pemutakhiran data perubahan peruntukan, serta adanya pengurangan luas dari laporan survei lahan gambut dan hutan alam primer masing-masing 4 ha dan 588 ha.
Meski demikian, Belinda pun menyebut ada penambahan luas yang signifikan karena ada perubahan tata ruang yakni sebesar 26.160 ha.
"Perubahan tata ruang ini karena ada perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan hutan lindung/konservasi atau sebaliknya. Seperti yang kita tahu kalau dia hutan lindung dan hutan konservasi, apapun tutupannya dia pasti masuk PIPPIB. Karena tujuannya adalah untuk menyelamatkan hutan alam primer, lahan gambut dan ekosistemnnya serta untuk perbaikan tata kelola," terang Belinda.
Dengan diterbitkannya surat keputusan ini, Belinda meminta Gubernur dan Bupati/Wakil Walikota serta Kementerian/Lembaga terkait untuk berpedoman pada PIPPIB tahun 2020 periode II dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru.
Tak hanya itu, instansi pemberi izin kegiatan yang termasuk dalam pengecualian PIPPIB juga wajib menyampaikan laporan kepada Menteri LHK melalui Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan setiap 6 bulan sekali supaya setiap penyesuaian dan perubahan dapat terdeteksi.
Adapun, penerbitan SK ini sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2019, di mana disebutkan bahwa KLHK melakukan revisi terhadap PIPPIB pada kawasan setiap 6 bulan sekali setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah non-kementerian terkait serta menetapkan PIBBIP hutan alam primer dan lahan gambut pada kawasan hutan yang telah direvisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News