Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Handoyo .
Meskipun, jika menilik rencana perdamaian, sejatinya kreditur baru bisa mengajukan pembatalan homologasi jika Internux gagal membayar utang pada tahun ke-30.
Sedangkan Presiden Direktur, Internux Dicky Meochtar bersama kuasa hukumnya, Sarmauli Simangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Associates enggan memberikan tanggapan apapun usai sidang.
Mengingatkan, Internux yang merupakan entitas anak PT First Media Tbk (KBLV) musti merestrukturisasi utang-utangnya melalui jalur PKPU semenjak 17 September 2018 lalu. Perkara terdaftar dengan nomor 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst.
Internux masuk belenggu PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta.
Sementara dalam proses PKPU Internux musti menanggung utang senilai Rp 4,695 triliun yang berasal dari 2 kreditur separatis (dengan jaminan) sebesar Rp 226 miliar, dan 281 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 4,469 triliun.
Mulanya daftar tagihan PKPU Internux mencapai Rp 5,659 triliun. Namun nilai menciut sebab Raiffeisen Bank AG International yang memegang tagihan separatis senilai Rp 48 miliar, dan konkuren senilai Rp 916 miliar memilih hengkang dari proses PKPU. Dalam voting rencana perdamaian Internux, hasilnya sebanyak 79,65% suara konkuren menyetujui perdamaian, dan 100% suara separatis bersuara sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News