kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Keterlambatan Rilis APBNKita Januari 2025, Ada Apa dengan Keuangan Negara?


Jumat, 07 Maret 2025 / 15:52 WIB
Keterlambatan Rilis APBNKita Januari 2025, Ada Apa dengan Keuangan Negara?
ILUSTRASI. APBN Defisit-Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara saat jumpa pers APBNKita di Jakarta, Senin (06/01/202024). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2024 defisit Rp 507,8 triliun atau 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). Adapun angka defisit merupakan angka sementara karena masih harus melewati proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/06/01/2025


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga saat ini belum merilis laporan APBNKita untuk Januari 2025, menimbulkan pertanyaan mengenai kondisi keuangan negara dan transparansi fiskal pemerintah. 

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak keterlambatan ini terhadap stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor.

Menurut Achmad, APBN merupakan fondasi utama dalam pengelolaan keuangan negara yang mencerminkan kebijakan fiskal pemerintah. 

Baca Juga: Pos Indonesia Rilis Prangko NFT, Apa Itu?

Transparansi dalam pengelolaan APBN sangat penting untuk menjaga kredibilitas ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, keterlambatan rilis laporan bulanan APBNKita yang selama ini menjadi bentuk akuntabilitas pemerintah patut dipertanyakan.

Mengapa APBNKita Belum Dirilis?

Kemenkeu mengklaim bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh padatnya jadwal para pejabat tinggi kementerian. Namun, Achmad menilai alasan ini kurang dapat diterima, mengingat dalam beberapa tahun terakhir laporan APBNKita selalu dirilis tepat waktu. 

Ia menyoroti kemungkinan lain, yakni penurunan penerimaan negara yang membuat pemerintah berhati-hati dalam mempublikasikan laporan fiskalnya.

Dalam laporan APBN 2024, pendapatan negara dari sektor perpajakan dan non-pajak mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi global serta melemahnya harga ekspor komoditas utama seperti batu bara dan minyak sawit. 

Baca Juga: Rilis 9 Januari, Intip Bocoran Spesifikasi POCO X7 dan POCO X7 Pro

Jika penerimaan negara mengalami penurunan signifikan, keterlambatan rilis APBNKita bisa menjadi indikasi adanya kekhawatiran pemerintah terhadap reaksi pasar dan investor.

Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN," ujar Achmad dalam keterangannya, Jumat (7/3).

Achmad memperingatkan bahwa kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN dapat berdampak serius terhadap perekonomian nasional. 

Investor dan pelaku pasar sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

Jika laporan APBNKita terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia dapat terganggu, yang berpotensi memicu volatilitas pasar keuangan.

Salah satu dampak utama yang mungkin terjadi adalah meningkatnya capital outflow atau aliran modal keluar. 

Ketidakpastian fiskal dapat membuat investor lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya, yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Baca Juga: Rilis 24 Januari, Intip Perbedaan Xiaomi Redmi Note 14 dan Redmi Note 14 5G

Dalam jangka panjang, pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

Selain itu, keterlambatan ini juga bisa berdampak pada pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah. 

Jika investor meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi negara bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield atau imbal hasil obligasi dan memperbesar beban utang pemerintah.

"Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran," katanya.

Jika keterlambatan ini disebabkan oleh kondisi penerimaan negara yang memburuk, maka Indonesia mungkin menghadapi tantangan fiskal yang lebih serius dari yang diperkirakan.

Achmad mengingatkan bahwa pada 2024, penerimaan negara memang mengalami tekanan akibat kebijakan fiskal ekspansif yang bertujuan menopang pertumbuhan ekonomi. 

Namun, jika harga komoditas utama terus menurun dan belanja negara meningkat, defisit APBN bisa semakin melebar.

Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump Bikin Mata Uang Global Terkapar

Dengan pemilu yang baru saja berlangsung, tekanan politik untuk meningkatkan belanja sosial dan infrastruktur semakin besar. 

Jika penerimaan negara tidak tumbuh sesuai ekspektasi, maka defisit APBN bisa semakin melebar, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk meningkatkan utang atau mengurangi belanja yang bersifat produktif.

Kekhawatiran Tak Merilis APBNKita

Achmad menyoroti empat kekhawatiran utama jika keterlambatan ini terus berlanjut. 

Pertama, spekulasi negatif di pasar dapat berkembang tanpa adanya informasi yang jelas mengenai kondisi fiskal. 

Kedua, kredibilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara dapat dipertanyakan. 

Ketiga, ketidakpastian fiskal dapat mengganggu perencanaan sektor swasta yang bergantung pada data APBN sebagai acuan dalam strategi bisnis mereka. 

"Banyak perusahaan yang menjadikan data APBN sebagai acuan dalam menyusun strategis bisnis mereka, terutama yang berkaitan dengan investasi dan ekspansi," katanya.

Baca Juga: BPK Selamatkan Uang Negara Rp 13,66 Triliun pada Semester I-2024

Keempat, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun jika transparansi dalam pengelolaan keuangan negara mulai dikorbankan.

Dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, transparansi merupakan faktor kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar. 

Achmad menekankan bahwa Kemenkeu harus segera memberikan klarifikasi terkait keterlambatan rilis APBNKita dan memastikan bahwa informasi keuangan negara tetap dapat diakses oleh publik.

Jika memang terjadi penurunan penerimaan negara atau pelebaran defisit, pemerintah seharusnya terbuka mengenai tantangan yang dihadapi dan strategi yang akan diterapkan untuk mengatasinya. 

"Menunda rilis laporan keuangan negara hanya akan memperburuk persepsi dan meningkatkan spekulasi negatif," tegas Achmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×