kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.897.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.290   90,00   0,56%
  • IDX 7.863   -35,43   -0,45%
  • KOMPAS100 1.108   -2,58   -0,23%
  • LQ45 815   -5,83   -0,71%
  • ISSI 266   0,14   0,05%
  • IDX30 422   -2,47   -0,58%
  • IDXHIDIV20 487   -0,56   -0,11%
  • IDX80 123   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 129   2,56   2,02%
  • IDXQ30 136   -0,45   -0,33%

Pengamat Ini Ungkap Sulitnya Gali Potensi Pajak Pedagang Eceran


Selasa, 19 Agustus 2025 / 19:19 WIB
Pengamat Ini Ungkap Sulitnya Gali Potensi Pajak Pedagang Eceran
ILUSTRASI. Pemerintah akan memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor yang rawan aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah akan memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor yang rawan aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy.

Mengutip Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, fokus pengawasan diarahkan ke perdagangan eceran, usaha makanan dan minuman, perdagangan emas, hingga sektor perikanan.

Menanggapi hal tersebut, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menilai pedagang eceran, perdagangan emas, serta perikanan lepas laut menjadi area yang menyimpan potensi, namun sulit untuk digali secara optimal.

Menurut Raden, sektor pedagang eceran memang memiliki skala ekonomi besar, namun mayoritas pelakunya adalah pengusaha kecil tradisional. Kondisi ini membuat penggalian potensi pajak tidak mudah.

"Kecuali jika pedagang eceran tersebut sudah modern dengan pembukuan yang sudah baik dan teratur," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Selasa (19/8/2025).

Baca Juga: Bidik Shadow Economy, Ditjen Pajak Bakal Sasar Pedagang Hingga Pengusaha Nakal

Sayangnya, sebagian besar pedagang eceran justru masih tradisional tanpa pencatatan dan pembukuan, sehingga petugas pajak juga akan kesulitan untuk menghitung potensi pajaknya.

Sementara itu, industri makanan minuman juga sangat mungkin untuk penggalian potensi. Tapi, Raden meragukan potensi tambahan pajak yang dapat digali.

"Banyak industri sebenarnya relatif lebih patuh walaupun pastinya tidak 100%. Mungkin ada di kisaran 75% secara agregat. Tentu ini hanya taksiran," terang Raden.

Justru sektor emas dan perikanan lepas laut dinilai menyimpan potensi besar, tetapi sekaligus menjadi tantangan.

Pada perdagangan emas, pencatatan transaksi lazimnya menggunakan emas sebagai mata utang, bukan rupiah. Pola ini menyulitkan aparat pajak untuk menilai kewajiban sebenarnya.

"Penghindaran pajak di perdagangan emas juga sangat rapi. Selama ini mereka sudah punya pola baku yang jarang diketahui oleh petugas pajak. Kuncinya ada di arus persediaan emas di Wajib Pajak. Sementara petugas pajak banyak yang mengincar arus uang wajib pajak," katanya.

Baca Juga: Prabowo Ingin Defisit APBN 0% di 2027-2028, Butuh Perluasan Basis Pajak

Adapun di sektor perikanan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai masih belum memahami sepenuhnya proses bisnisnya.

Oleh karena itu, perlu kerja sama erat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pemungutan pajak.

Raden menegaskan, upaya intensifikasi pajak dengan pola lama sudah tidak memadai lagi. Ia menyarankan adanya perombakan besar-besaran dalam strategi penggalian potensi.

"Pola intensifikasi selama puluhan tahun tidak berubah. Dan tidak bisa berubah. Karena itu ada ungkapan berburu di kebun binatang," imbuh Raden.

Selanjutnya: Tunjangan Bensin Anggota DPR Naik Jadi Rp 7 Juta, Gaji Pokok Masih Rp 6,5 Juta

Menarik Dibaca: Hujan Lebat Turun Merata, Ini Peringatan Dini Cuaca Besok (20/8) di Jabodetabek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×