Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga beras menjadi salah satu penyumbang inflasi pada bulan Juni 2025. Di mana pada periode tersebut tingkat inflasi mencapai 0,19% (mtm).
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan bahwa komoditas penyumbang inflasi terbesar berasal dari kelompok bahan makanan di mana beras menjadi kontributor utamanya.
“Komoditas dominan yang mendorong inflasi adalah beras yang memberikan andil inflasi sebesar 0,04% di Juni 2025,” jelasnya dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (1/7).
Baca Juga: Emas Perhiasan Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar, Harga Naik sejak September 2023
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pertanian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Eliza Mardian menjelaskan, tingginya harga beras di tengah stok Bulog yang melimpah dipengaruhi oleh penyesuaian harga oleh pengusaha beras.
Pasalnya, kata dia, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) ditingkat petani pada tahun 2025 ini ditetapkan sebesar Rp 6.500/kg, sehingga pengusaha beras melakukan penyesuaian harga.
“Para pengusaha ini menyesuaikan harga, sebab harga pembelian gabah kan dinaikkan jadi Rp 6.500/kg, jadi agar para pengusaha menjaga margin keuntungan dengan cara menaikkan harga berasnya,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (2/7).
Di samping itu, lanjut dia, ada isu di penggilingan beras swasta yang saling berebut dengan pemerintah sehingga membuat harga di konsumen tinggi dinilai keliru. Sebab, serapan Bulog pada Juni 2025 hanya 2,4 juta ton sementara produksi beras Januari-Juni 2025 mencapai 19 juta, artinya pemerintah hanya bisa menyerap sebesar 12,5% saja.
“Berarti yang menjadi soal adalah penggilingan kecil rebutannya sama korporasi besar yang bisa menyerap dalam jumlah banyak, karena memiliki kekuatan modal dan teknologi. Harga ini ditentukan oleh yang mengendalikan stok terbanyak, berarti middleman alias bandar atau distributor yang menentukan harga,” terangnya.
Lebih lanjut, Eliza menambahkan, pada Semester II-2025 produksi padi pada musim gadu bakal menurun dibandingkan panen raya yang lalu. Ditambah lagi curah hujan diprediksi akan berkurang sehingga ada potensi kenaikan harga beras tipis.
Meski demikian, Eliza menuturkan, kondisi tersebut bisa diatasi dengan pemerintah aktif melakukan operasi pasar untuk stabilitas harga.
“Yang harus dijaga daya belinya ini kan kalangan menengah bawah, harga beras naik ini akan menggerus daya beli mereka. Kalau harga beras premium naik ini kan segmentasinya kalangan menengah keatas, jadi ya naik juga tidak jadi soal bagi mereka,” pungkasnya.
Baca Juga: BPS Perkirakan Produksi Padi dan Beras Melonjak Hingga Agustus 2025
Selanjutnya: Ancaman Shortafll Penerimaan Pajak di 2025, Begini Respon Dirjen Pajak
Menarik Dibaca: Harga Emas Stabil Setelah Naik 2%, Pasar Cermati Risiko Fiskal & Suku Bunga Fed
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News