Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - CIKARANG. Industri manufaktur dinilai akan menjadi penggerak utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional karena sektor tersebut berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja yang ujungnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Di satu sisi, era perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat akses pasar semakin terbuka. Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi industri, sehingga sektor industri nasional dituntut untuk terus menerus meningkatkan daya saing agar mampu berkompetisi untuk menguasai pasar yang tersedia,” ungkap Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian ditemui saat meresmikan salah satu pabrik Ampul dan Vial di Cikarang, Rabu (24/4).
Selanjutnya, dalam menghadapi tantangan sebagai akibat dari perdagangan bebas serta untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya mendorong berkembangnya sektor industri manufaktur yang berdaya saing tinggi dengan menciptakan iklim usaha yang atraktif.
Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
“Namun demikian, upaya-upaya untuk peningkatan daya saing industri tersebut, tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia industri,” ujar Airlangga.
Untuk itu, industri manufaktur perlu aktif terlibat dalam program pengembangan pendidikan vokasi industri melalui pembinaan dan pengembangan SMK yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha industri atau program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.
“Sebagai daya tarik bagi industri, pemerintah saat ini sedang menyiapkan insentif bagi perusahaan industri yang berperan aktif dalam pengembangan pendidikan vokasi, berupa super deductible tax, yaitu pengurangan penghasilan bruto sebesar 200% dari biaya yang dikeluarkan perusahaan,” imbuhnya.
Selain insentif fiskal, Kemenperin juga menyediakan insentif nonfiskal berupa penyediaan tenaga kerja kompeten melalui Diklat sistem 3 in 1 dan Program Diploma I Industri, bagi perusahaan yang terlibat dalam program pendidikan vokasi industri ini.
Di samping itu, pemerintah berkomitmen merevitalisasi industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0, sebagai upaya dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional.
Dalam program Making Indonesia 4.0, pemerintah telah menetapkan lima industri prioritas yang akan menjadi fokus implementasi, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika.
“Kelima sektor tersebut memiliki dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi dan kecepatan penetrasi pasar,” jelasnya.
Menperin menegaskan, penerapan industri 4.0 merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi, dengan ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi, serta batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Implementasi industri 4.0 akan mendorong peningkatan investasi oleh perusahaan, terutama yang terkait dengan penggunaan teknologi pendukung seperti Internet of Things (IoT).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News