kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kementerian agama, penyelenggara sertifikasi


Kamis, 24 Maret 2011 / 08:28 WIB
Kementerian agama, penyelenggara sertifikasi
ILUSTRASI. Products produced by Reckitt Benckiser; Vanish, Finish, Dettol and Harpic, are seen in London, Britain February 12, 2008. REUTERS/Stephen Hird/File Photo TPX IMAGES OF THE DAY


Reporter: Kurnia Dwi Hapsari |

JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) terus menggelinding. Sebelumnya telah disepakati sertifikasi produk halal bersifat wajib dengan masa transisi lima tahun. Nah, yang terbaru, Panitia Kerja (Panja) RUU JPH Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga telah memutuskan lembaga yang akan mengeluarkan sertifikat produk halal.

Ketua Panitia Kerja pembahasan RUU JPH Ahmad Zainuddin mengatakan, DPR telah sepakat tidak membuat lembaga baru sebagai penyelenggara sertifikasi produk halal. Sebab, pembentukan lembaga baru pasti menambah biaya dan sumber daya manusia. "Kami memilih peningkatan kapasitas lembaga di bawah Kementerian Agama saja," katanya kepada KONTAN, Selasa lalu (22/3).

Sebelumnya DPR mengajukan tiga opsi lembaga pemberi sertifikasi produk halal. Pertama, lembaga pemberi sertifikasi produk halal merupakan lembaga pemerintah nonkementerian dan mempunyai perwakilan di daerah. Kedua, lembaga pemberi sertifikasi JPH yang independen dan tak memiliki hubungan dengan lembaga negara. Ketiga, lembaga pemberi sertifikasi halal merupakan unit kerja dari Kementerian Agama.

Nah, DPR memilih opsi ketiga itu. Jadi, menurut Zainuddin, fungsi dari Sub Direktorat (Subdit) Produk Halal Kementerian Agama lebih dioptimalkan saja. Untuk itu, Kepala Subdit Produk Halal harus seorang pejabat eselon II dari sebelumnya hanya pejabat eselon III atau eselon IV.

Lebih lanjut Zainuddin menjelaskan, akan ada sedikit perubahan dalam mekanisme pengurusan sertifikat produk halal oleh sebuah perusahaan. Nantinya, Subdit Produk Halal diberi kewenangan menerima permohonan dan pendaftaran. Kemudian jika permohonan memenuhi persyaratan, perusahaan mengirimkan sampel produk ke lembaga pemeriksa halal dalam hal ini Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). “Di sana prosesnya seminggu,” ujar Zainuddin.

Dalam proses sertifikasi ini, MUI tetap dilibatkan dalam memberikan fatwa halal atau tidaknya suatu produk.

Apabila sudah selesai diaudit, maka LPPOM MUI memberikan lagi hasilnya ke Kementerian Agama yang akan mengeluarkan sertifikat halal. “Perusahaan yang lolos uji tinggal memasang logo halal dan nomor fatwa,” kata Zainuddin.

Ramli Effendi Idris Naibaho, Deputi Sumberdaya Aparatur Negara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, menyambut baik kesepakatan Panja RUU JPH tersebut. "Kami memang menghindari adanya lembaga baru, untuk menghemat anggaran," ujar Ramli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×