Reporter: Hans Henricus | Editor: Edy Can
JAKARTA. Industri makanan dan minuman gusar dengan wajib sertifikasi dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang sedang digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah pun berjanji akan mencari solusi untuk mengatasi kekhawatiran pengusaha itu.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku akan membahas dengan DPR untuk mengatasi persoalan ini. "Pasti kami diminta bicara. Saya pasti jadi salah satu narasumbernya," ujar MS Hidayat sebelum sidang kabinet paripurna, Kamis (17/3).
`
Menurut Hidayat, penerapan sertifikasi halal ini ada sisi positif maupun negatif. Sisi positifnya, Hidayat bilang sertifikasi halal bertujuan melindungi masyarakat dalam memperoleh produk halal sekaligus mempunyai market captive atau pasar yang pasti.
Adapun sisi negatifnya adalah masalah biaya yang dibebankan kepada pengusaha. "Tapi itu nanti bisa kami kompromikan," imbuh mantan Ketua umum Kadin itu.
Sebagai informasi, RUU Jaminan Produk Halal merupakan inisiatif parlemen dan sedang dibahas Komisi VIII DPR. Salah satu butir rumusan RUU ini mewajibkan sertifikasi produk halal.
Rancangan beleid ini memberikan masa transisi selama lima tahun sejak disahkan sebagai masa persiapan penerapan wajib sertifikasi produk halal. Selama masa transisi ini, pengusaha boleh mensertifikasi produknya agar mendapat pengesahan halal.
Pengusaha menengah dan besar wajib membayar biaya sertifikasi halal. Nilainya berkisar antara Rp 300.000 sampai Rp 5 juta per jenis produk. Setelah itu mereka memperoleh sertifikat halal yang berlaku selama dua tahun. Sedangkan pengusaha kecil tidak dikenakan biaya alias gratis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News