Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
Reformasi anggaran belanja ini menyasar pada koordinasi belanja pusat dan daerah yang lebih kuat, alokasi belanja yang lebih mengarah pada program dan output, hingga simplifikasi sistem belanja dan pemanfaatan teknologi informasi (IT) dalam sistem belanja negara.
“Intinya penajaman. Kami akan duduk dengan Bappenas untuk ini. Kita akan dalami dulu APBN yang sekarang, kita evaluasi. Mudah-mudahan 2021 kita bisa laksanakan full (reformasi anggaran belanja),” kata Askolani.
Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, memandang, pemerintah memang perlu melakukan kajian dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan kualitas belanja dalam APBN (expenditure review). Berdasarkan penelitiannya, ia menemukan bahwa APBN sebagai instrumen fiskal masih bersifat prosiklikal.
Baca Juga: Ini aturan baru tentang uang harian dan transportasi perjalanan dinas ke luar negeri
“Dari studi yang saya lakukan, APBN kita lihat secara umum masih pro-cyclical artinya kalau pertumbuhan ekonomi menurun, pertumbuhan pajak juga menurun, serapan belanja pun cenderung dihemat. Padahal mestinya justru (belanja) didorong,” terang Chatib beberapa waktu lalu.
Salah satu yang menyebabkan APBN masih bersifat prosiklikal adalah belanja-belanja rutin seperti gaji pegawai, hingga belanja subsidi yang dilakukan pemerintah selama ini. Itu sebabnya, review terhadap belanja negara perlu dilakukan agar dapat mengidentifikasi seberapa efektif sebenarnya belanja APBN terhadap perekonomian Indonesia.
“Jadi mesti dilihat alokasi di setiap K/L maupun alokasi transfer daerah. Jangan-jangan bukan soal besaran uangnya, tetapi desainnya yang tidak memberikan impact pada perekonomian. Termasuk juga belanja insentif, tax incentives misalnya, perlu dievaluasi apakah berhasil menaikkan investasi dan benar-benar sesuai kebutuhan sektor privat,” tandas Chatib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News