kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kembali menang di arbitrase, pemerintah kejar aset Churchill dan Planet Mining


Senin, 25 Maret 2019 / 13:39 WIB
Kembali menang di arbitrase, pemerintah kejar aset Churchill dan Planet Mining


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia menang mutlak atas perusahaan pertambangan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd di gugatan arbitrase International​ Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Kabar gembira itu disampaikan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. Ia bercerita, pertarungan pemerintah dengan dua perusahaan besar asal Inggris dan Australia itu memang sudah lama sejak 2014 lalu.

Bahkan pada 16 Desember 2016 lalu ICSID telah menolak gugatan Churchill dan Planet Mining. Artinya, Indonesia menang dan lolos dari nilai ganti rugi sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.

Tapi, ternyata kedua penggugat tersebut masih tak terima dan mengajukan pembatalan putusan (annulment of the award) pada 31 Maret 2017. Pun lagi-lagi ICSID kembali menolak mentah-mentah permohonan tersebut.

"Setelah pertarungan yang cukup lama melawan perusahaan yg cukup kuat, kami pemerintah Indonesia, kembali memenangkan gugatan melawan Churchill dan Planet Mining karena pada 18 Maret lalu ICSID kembali menolak permohonan annulment keduanya," jelas Yasonna kepada wartawan di kantornya, Senin (25/3).

Dirinya juga mengatakan keputusan ICSID itu merupakan putusan final dan tidak ada upaya hukum lagi bagi kedua penggugat atas perkara ini. Maka itu, ia menilai putusan ini menjadi bukti bahwa Indonesia bisa melawan perusahaan kelas kakap tersebut.

"Ini adalah putusan kemenangan  terbesar bagi Indonesia dengan nilai gugatan US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 18 triliun ," tegas Yasonna. Tak hanya itu, atas putusan ini pemerintah Indonesia juga mendapatkan award alias ganti rugi legal cost dari perkara ini sebesar US$ 9,4 juta atau setara Rp 140 miliar.

Pun Yosanna kembali menegaskan, akan terus mengejar sampai kapanpun putusan ini . "Kita akan tagih dan dan mengejar Aset-aset mereka untuk disita kalau Tidaka dan itikad baik, kita juga sudah siap menggunakan perjanjian MLA dengan negara yang sudah sepakat dengan kita," katanya.

Atas putusan ini pun, ia menegaskan kepada para investor bahwa, kemenangan pemerintah ini menjadi alarm awal bagi investor asing yang tidak berikan baik berinvestasi di tanah air.

"Ini pesan khusus bagi investor asing yang punya iktikad tidak baik kalau mau investasi harus melakukan due diligence terlebih dari dengan melihat dulu surat-suratnya, jadi harus hati-hati," tukas Yasonna.

Sekadar tahu saja, kemenangan pemerintah ini karena dasar izin pertambangan dan beberapa perizinan yang Churchill dan Planet miliki adalah palsu atau dipalsukan dan tidak pernah memperoleh otorisasi dari Kantor Pemerintah Daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.

Mulanya, Churchill dan Planet mengajukan gugatan arbitrase pada tahun 2012. Putusan Majelis Tribunal ICSID ini muncul setelah 7 (tujuh) hari proses sidang pemeriksaan keabsahan dokumen yang dilaksanakan di Singapura pada Agustus 2015.

Pada saat itu Pemerintah Indonesia telah menyampaikan bukti dan argumen yang kuat sehingga meyakinkan Majelis Tribunal ICSID bahwa izin pertambangan yang menjadi dasar klaim investasi Churchill dan Planet adalah palsu atau dipalsukan.

Hal ini juga memperkuat kebenaran tindakan Pemerintah Kutai Timur pada Tahun 2010 yang telah memutuskan pembatalan atas izin pertambangan kedua perusahaan tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Churchill menganggap ada kejanggalan atas pencabutan izin ini. Dari situ kasus ini lantas bergulir. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×