Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) saat ini tengah melaksanakan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) yang digelar mulai Selasa (3/11/2020) waktu setempat.
Kontestasi Pilpres kali ini menghadapkan Donald Trump dari Partai Republik yang merupakan petahana melawan Joe Biden dari Partai Demokrat sebagai penantang.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memprediksi, jika Trump kembali terpilih maka outlook ekonomi global tidak terlalu membaik. Ada sejumlah alasan terkait outlook yang tidak terlalu membaik.
Pertama, Trump kemungkinan akan melanjutkan perang dagang dengan China. Meski sempat ada semacam rekonsiliasi terkait hal ini, tetapi rekonsiliasi tersebut seolah menjadi sesuatu hal yang terus menerus ditinjau ulang.
Baca Juga: Pengusaha lebih senang kalau Trump menang pilpres AS karena alasan ini
“Ada potensi terjadinya perang dagang fase baru. Ini yang kemudian akan berdampak terhadap perekonomian global dan juga perekonomian China. Kedua hal ini tentu tidak akan bagus dampaknya terhadap negara-negara emerging market termasuk di dalamnya Indonesia,” kata Yusuf ketika dihubungi, Rabu (4/11).
Kedua, sikap atau kebijakan Trump yang terkesan bisa berubah sewaktu-waktu. Hal ini seperti terjadi belum lama ini ketika Pemerintah AS memutuskan untuk memperpanjang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
“Dalam satu masa dia (Trump) bisa sangat friendly dengan negara lain, di satu masa lainnya dia (Trump) bisa menjadi musuh,” ujar Yusuf.
Tidak hanya itu, Yusuf menilai akan terjadi dampak secara tidak langsung terhadap harga minyak dunia jika Trump kembali terpilih. Hal ini kaitannya dengan arah kebijakan politik/ekonomi AS yang cenderung tidak mau berdiplomasi atau bernegosiasi dengan negara – negara di kawasan Timur Tengah.
Baca Juga: Pemimpin dunia dan pertanyaan rumit soal Pilpres AS
Hal itu, kata Yusuf, akan berdampak pada posisi geopolitik di Timur Tengah. Sebab, umumnya kondisi geopolitik di Timur Tengah akan mempengaruhi volatilitas harga minyak dunia. Hal ini yang kemudian secara tidak langsung akan mempengaruhi harga minyak global.
“Dan itu akan berdampak misalnya terhadap harga minyak acuan yang dikeluarkan Indonesia. Artinya volatilitas nya semakin tinggi, jadi ini yang perlu diwaspadai khususnya dalam penetapan asumsi makro dalam hal harga minyak di tahun – tahun mendatang,” jelas dia.
Berbeda jika Joe Biden terpilih di Pilpres AS. Yusuf melihat arah kebijakan Biden berkebalikan dengan kebijakan Trump. Ia menilai Biden cenderung mengedepankan diplomasi dalam perdagangan maupun dalam menyikapi kondisi geopolitik di suatu wilayah.
“Kalau melihat dari sini saya kira dampaknya itu akan lebih menguntungkan kalau seandainya Biden yang terpilih,” ujar dia.
Terlepas dari siapapun yang akan memenangkan kontestasi Pilpres AS, Yusuf mendorong pemerintah untuk menyiapkan sejumlah strategi setelah pengumuman secara resmi pemenang Pilpres AS.
Yusuf mengingatkan, agar Indonesia setidaknya bisa mempertahankan status quo. Artinya apa yang sudah digapai melalui kerjasama ekonomi Indonesia – AS harus dipertahankan.
Baca Juga: Ini plus minus bagi Indonesia andai Donald Trump atau Joe Biden jadi Presiden AS
Indonesia perlu memastikan bahwa segala preferensi atau previllege yang diberikan AS masih akan bisa dinikmati selama beberapa tahun ke depan misalnya seperti GSP. Indonesia juga perlu melakukan perlakuan tarif khusus untuk produk – produk ekspor unggulan seperti misalnya minyak sawit yang diekspor ke AS.
“Memang ini kembali lagi ke diplomasi dagang. Setelah siapapun nanti, memang pemerintah perlu bergerak cepat melakukan negosiasi – negosiasi dagang antara Indonesia – AS,” ungkap dia.
Selain itu,Yusuf meminta pemerintah untuk tetap independen jika Trump kembali terpilih dan melanjutkan perang dagang nya dengan Tiongkok. Sebab, baik AS maupun Tiongkok merupakan mitra strategis Indonesia. Serta melakukan pendekatan ke negara – negara lainnya.
"Yang tidak kalah penting bukan saja ke AS tapi ke negara – negara yang potensi terlibat dari perang dagang yang perlu didekati,” tutur Yusuf.
Selanjutnya: Tambah napas panjang, Donald Trump unggul di beberapa negara bagian kunci
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News