kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.462   -30,39   -0,41%
  • KOMPAS100 1.155   -4,60   -0,40%
  • LQ45 914   -6,43   -0,70%
  • ISSI 227   0,61   0,27%
  • IDX30 470   -4,56   -0,96%
  • IDXHIDIV20 567   -5,69   -0,99%
  • IDX80 132   -0,48   -0,36%
  • IDXV30 141   0,34   0,24%
  • IDXQ30 157   -1,24   -0,78%

Kebijakan BBM bersubsidi baru diputuskan Juli nanti


Rabu, 11 Mei 2011 / 09:39 WIB
Kebijakan BBM bersubsidi baru diputuskan Juli nanti
ILUSTRASI. Petugas PLN memeriksa Meter Kwh pelanggan


Reporter: Hans Henricus, Noverius Laoli, Bambang Rakhmanto | Editor: Edy Can

JAKARTA. Rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali menghangat. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan kembali membahas kebijakan subsidi BBM mulai minggu ketiga Mei ini.

Langkah menghadapi kenaikan harga minyak dunia sudah mendesak dilakukan. Sebab, beban subsidi makin membengkak akibat harga minyak yang makin jauh dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo bilang, sejumlah harga BBM perlu penyesuaian. "Harganya sudah tak cocok lagi," ujarnya, kemarin.

Namun, keputusan akhir kebijakan soal BBM ini, apakah itu menaikkan harga atau membatasi BBM bersubsidi, akan ditetapkan Juli nanti.
Berdasarkan undang-undang, pemerintah boleh menaikkan harga BBM bersubsidi bila rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam setahun lebih tinggi 10% dari asumsi. Pada APBN 2011, harga asumsi itu US$ 80 per barel. Harga ICP di bulan April telah mencapai US$ 123 per barel. Sementara, "Periode Mei 2010–April 2011 harga rata-ratanya sudah mencapai US$ 90 dollar AS," kata Evita.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan pemerintah masih mengalokasikan subsidi energi. Namun, polanya akan diarahkan ke subsidi langsung. Ia menambahkan, saat ini pemerintah tengah mengatur restrukturisasi subsidi dalam sebuah road map tersendiri.

Defisit membengkak

Centre for Strategic International Studies (CSIS) menghitung, jika pemerintah tetap mempertahankan harga Rp 4.500 per liter saat ini dan harga ICP tetap berada pada kisaran US$ 100 per barel, subsidi premium akan meningkat dari target APBN 2011 sebesar Rp 41 triliun (5% dari total pengeluaran APBN) menjadi sekitar Rp 69 triliun (8,2% dari total pengeluaran APBN).

"Dengan kondisi ini, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) berkurang 0,2% dari target APBN," kata peneliti Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan.

Dengan harga minyak di atas US$ 100 per barel, penurunan lifting minyak, dan penguatan kurs rupiah saat ini, defisit APBN 2011 akan bertambah Rp 18,8 triliun. Menurut Deni, hasil ini lebih tinggi ketimbang defisit menurut kajian ITB, UGM, dan UI yang sebesar Rp 14 triliun.

Pembengkakan defisit akan memaksa pemerintah memangkas pos anggaran seperti belanja modal. Pilihan lain adalah menambah utang. Tapi ini sama saja menambah beban bunga dan utang negara.

Menurut hitungan Bank Dunia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, 80% bensin bersubsidi dinikmati 50% keluarga terkaya. Sementara, keluarga miskin/hampir miskin dan keluarga paling miskin hanya menikmati masing-masing 16% dan 1%.

Dus, CSIS memberi beberapa opsi, yakni: mencabut subsidi premium, menguranginya secara bertahap, atau membatasi konsumsi BBM bersubsidi hanya bagi kendaraan umum. Tapi, ini harus dikompensasi dengan relokasi anggaran untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan program sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×