Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/ PERMEN - KP/ 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30/ MEN-KP/ 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelokaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Revisi tersebut sebagaimana dikatakan oleh Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan dilakukan untuk mencegah terjadinya praktik pencurian ikan alias ilegal fishing di lautan Indonesia.
Niat Susi tersebut disambut positif oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Sebab, ketentuan yang terdapat dalam peraturan tersebut, khususnya yang mengatur ijin bongkar muat ikan di tengah laut, cukup merugikan.
Sebagai catatan saja, aturan mengenai ijin bongkar muat bagi kapal ikan yang ingin dirombak oleh Susi di awal masa kerjanya tersebut terdapat dalam Pasal 37 ayat 7 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/ PERMEN - KP/ 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30/ MEN-KP/ 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelokaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Dalam pasal tersebut, ikan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan dapat dialihkan langsung pada pelabuhan pangkalan atau melalui alih muatan di laut. Selain ijin untuk mengalihkan muatan, Permen 26 tersebut juga mengatur beberapa syarat untuk melakukan bongkar muat di tengah laut.
Syarat tersebut sebagainana diatur dalam Pasal 37 A, antara lain terdiri dari; kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 10 GT, kegiatan penangkapan dan pengangkutan ikan dilakukan oleh kapal yang memiliki ijin atau bukti pencatatan kapal yang merupakan mitra kapal tersebut dan mengisi pernyataan pemidahan ikan hasil tangkapan dan ditandatangani oleh masing- masing nahkoda lapal dan disampaikan kepada pelabuhan pangkalan.
Selain syarat bagi kapal tersebut, dalam Pasal 37 C, juga diatur mengenai kewajiban kepala pelabuhan. Mereka wajib menyampaikan laporan pelaksanaan alih muatan setiap bulan kepada direktur jenderal dengan melampirkan pernyataan pemindahan ikan.
Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan bahwa ketentuan yang diatur dalam pasal- pasal tersebut berpotensi melegalkan praktik pencurian ikan di perairan Indonesia. "Kami mencatat, akibat ketentuan tersebut negara telah dirugikan Rp 150 triliun per tahun," kata Abdul kepada KONTAN Minggu (2/11).
Abdul merinci, angka kerugian Rp 150 triliun itu datang dari dua pos. Pertama, potensi kehilangan pajak sebesar Rp 50 triliun. "Rp 100 triliun lainnya datang dari pencurian ikan yang terjadi akibat ketentuan tersebut," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News