Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, bila kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilakukan, pemerintah akan menjadi pihak yang menanggung beban paling besar.
Menurut Fachmi, bila kenaikan iuran seperti yang diusulkan, maka pemerintah berkontribusi hampir 80% untuk membayar kenaikan iuran tersebut. Pasalnya, pemerintah menanggung kenaikan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus sebagai pemberi kerja.
Baca Juga: Pengamat asuransi: Asuransi komersial bisa rugi bila garap segmen gangguan jiwa
"Jadi salah besar kalau kemudian beban ini adalah beban masyarakat karena pemerintah ada di depan untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Fachmi, Senin (7/10).
Menurut Fahmi, saat ini pemerintah sudah menanggung peserta PBI pusat yang sebanyak 96,8 juta peserta ditambah PBI daerah sekitar 37 juta peserta. Hanya dari PBI saja, pemerintah sudah menanggung kenaikan tarif untuk 133 juta peserta. Ini belum dengan peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) PN.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah mengusulkan penyesuaian tarif JKN Pekerja Bukan Penerima Upah(PBPU) untuk kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan per orang dan kelas II sebesar Rp 110.000 per bulan per orang. Sementara, untuk kelas PBPU III dan PBI, besan iurannya sama yakni sebesar Rp 42.000 per bulan per orang.
Baca Juga: AAJI: Permintaan perlindungan gangguan jiwa sedikit, asuransi garap penyakit kritis
Fachmi berpendapat, bila penyesuaian seperti yang diusulkan, maka tarif yang dibayarkan oleh peserta kelas I hanya sekitar Rp 5.000 per hari, untuk kelas II sekitar Rp 3.000 per hari, dan kelas III kurang dari Rp 2.000 per hari.
Menurut Fahmi, peserta BPJS Kesehatan pun bisa memilih untuk pindah kelas, bila merasa tak sanggup dengan tarif yang ada. Dia memastikan, layanan kesehatan yang didapatkan tetap sama.
Baca Juga: BPJS Kesehatan tanggung perawatan gangguan kesehatan jiwa
"Kalau berat menyisihkan Rp 5.000 dan Rp 3.000, menyisihkan Rp 2.000 juga berat, Pemerintah tidak tinggal diam. Kalau memang benar-benar masyarakat miskin atau tidak mampu, pemerintah hadir," ujar Fahmi.
Sementara itu, Fahmi mengatakan bila bauran kebijakan tak kunjung diterapkan oleh BPJS Kesehatan maka defisit yang dialami BPJS Kesehatan bisa mencapai Rp 32,84 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News