Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Salah satu pekerjaan rumah yang harus dituntaskan Kementerian Keuangan (Kemkeu) sebelum pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir adalah kajian Badan Penerimaan Negara (BPN). Kajian ini akan diberikan kepada pemerintahan terpilih Joko Widodo (Jokowi) kelak ketika resmi menjabat.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, ada dua opsi yang diberikan. Pertama, BPN sebagai sebuah lembaga tetapi di bawah otoritas Kemkeu. Skema seperti ini sama seperti Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dulu berada di bawah Kementerian Perdagangan .
Kedua, BPN sebagai lembaga di luar Kemkeu dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. "Jadi kita buka semua opsinya apa, persyaratannya apa. Itu inti laporannya," ujar Chatib di Jakarta, Senin (13/10).
Ada catatan yang diberikan Kemkeu di balik kedua opsi tersebut. Kalau BPN ditempatkan sebagai lembaga di luar Kemkeu maka harus ada beberapa hal yang dilakukan dan memakan waktu agak panjang karena Undang-Undangnya tidak memungkinkan.
Banyak UU yang harus diubah, misalnya dalam UU pajak menyebutkan Dirjen Pajak dan bukan BPN. Begitu pula dalam UU Keuangan Negara. Kalau sudah berupa UU maka harus dilakukan amandemen. Berada di luar Kemkeu pun, tugas BPN hanya mengumpulkan penerimaan. Urusan kebijakan tetap berada di bawah wewenang Kemkeu.
Sementara itu, kalau BPN sebagai badan dan bertanggung jawab kepada Kemkeu, revisi yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Dalam jangka pendek yang dapat dilakukan adalah tetap seperti sekarang, namun diberikan fleksibilitas tentang pegawai dan remunerasi. "Ini yang mungkin dalam jangka pendek lebih memungkinkan. Tapi terserah pemerintahan baru," terang Chatib.
Opsi tersebut akan dibuka dan diserahkan kepada pemerintahan barunya untuk melakukan pertimbangan. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini mengaku, lebih suka menyebut BPN sebagai Badan Administrasi Penerimaan Negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News