CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Sebagian penerimaan negara diragukan keabsahannya


Jumat, 26 September 2014 / 10:25 WIB
Sebagian penerimaan negara diragukan keabsahannya
ILUSTRASI. Indonesia-China Sepakati Cost Overrun Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Sebesar US$ 1,2 Miliar. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Sebagian penerimaan negara dari perpajakan dan Pendapatan Bukan Pajak (PNBP) diragukan keabsahannya. Bahkan, hasil pendapatan negara tersebut bisa berkonsekuensi hukum dan  berpotensi menuai gugatan.

Hal ini berawal dari data Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW) yang menemukan, 37 Surat Keputusan (SK) pengangkatan pejabat eselon II, II dan eselon IV di lingkungan Kementerian Keuangan dinilai cacat hukum. Sejumlah SK tersebut tidak sah lantaran diterbitkan tanpa rekomendasi sah Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

SK tersebut juga baru diterbitkan enam bulan sejak pengangkatan pejabat yang bersangkutan. Padahal, sejumlah pejabat yang tersebut sudah harus bekerja sejak pengangkatan, termasuk sejumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai.

“Sistem hukum di Indonesia itu tak mengenal asas retroaktif (berlaku surut) baik hukum administrasi negara, apalagi hukum pidana. Jadi kalau belum ada SK, pejabat negara yang bersangkutan tidak sah dan apa yang dikerjakannya juga tidak sah, termasuk melakukan penyidikan atau menetapkan ketetapan pajak dan penerimaan lainnya,” kata Wakil Ketua Hukum Nasional Frans Hendra Winata kepada wartawan di Jakarta, Kamis (25/9).

Frans menjelaskan, sekalipun sudah diangkat oleh pejabat yang berwenang seperti Menteri, pejabat yang belum mendapatkan SK pengangkatan, belum bisa melakukan pekerjaan strategis, apalagi terkait dengan penerimaan negara. “ini jelas berbahaya karena yang dilakukan pejabat terkait penerimaan negara, rentan menuai gugatan balik,” tuturnya.

Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Ki Agus Badarudin tetap mengatakan, pengangkatan yang dilakukan oleh menteri sebagai pejabat yang berwenang sudah sah dan sesuai dengan ketentuan hukum. “kewenangan mengangkat pejabat itu di tangan menteri (keuangan). SK yang diterbitkan dari pengangkatan itu juga berlaku surut,” ujarnya.

Terkait dengan SK Baperjakat yang sudah habis masa berlakunya, tapi sudah bisa SK pengangkatan pejabat diterbitkan, menurutnya hal tersebut tak perlu dipermasalahkan. Pasalnya ada anggota tetap dari Baperjakat sendiri yakni Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Biro SDM Kementerian Keuangan.

”Jadi walau tanpa itu (SK baru) tetap bisa jalan. Rekomendasinya kepada menteri juga tetap sah. Ini kan hanya demi untuk mempercepat proses dan menjamin pemilihan atau pengangkatan pejabat berjalan seobjektif mungkin,” tuturnya.

Seperti diketahui, IBSW melansir ada 37 SK pengangkatan pejabat di Kementerian Keuangan yang bermasalah. Koordinator IBSW Nova Andika mendasarkan masalah ini sesuai keputusan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

Di beleid tersebut disebutkan, setiap pengangkatan pejabat struktural dari eselon II sampai III Harus melalui pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Nyatanya, ungkap Nova, SK Kemenkeu RI Nomor 160/KMK.01/2011 tentang Baperjakat Instansi Pusat Kemenkeu hanya berlaku 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2013.

Faktanya, Surat Kemenkeu RI mengenai pembentukan Baperjakat Nomor 209/KMK.01/2014 baru diterbitkan pada Juni 2014, sehingga terjadi kekosongan dari 1 Januari hingga 9 Juni 2014. "Namun Kemenkeu tetap menerbitkan  berbagai macam SK pejabat struktural dari eselon II sampai eselon V pada periode Januari hingga Juni 2014 dengan dalih SK Baperjakat tersebut berlaku surut sejak 1 Januari 2014," ungkap Nova.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×