Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi portofolio masih menjadi pendongkrak surplus transaksi modal dan finansial sepanjang 2018. Hal ini terlihat dari naiknya investasi portofolio secara signifikan, di mana Bank Indonesia (BI) mencatat triwulan IV-2018 sebesar US$11,5 miliar dari US$1,4 miliar triwulan sebelumnya.
Ekonom Core Piter Abdullah melihat seharusnya Indonesia tidak terus-terusan bergantung pada investasi portofolio. Sebab, bila demikian, ekonomi dalam negeri akan rentan dan tidak optimal.
"Kalau kita ingin perekonomian kita kokoh dan tumbuh tinggi, kita perlu reformasi struktural termasuk mengubah struktur modal asing yang masuk," jelas Piter saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (11/2).
Indonesia perlu investasi dalam jangka panjang yakni foreign direct investment (FDI). Untuk itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan perbaikan kebijakan yang ada.
Menurut Piter, apabila melihat izin prinsip yang diajukan atau dikeluarkan di Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), minat investor asing untuk berinvestasi jangka panjang cukup besar.
"Tetapi selama beberapa tahun terakhir realisasi investasi FDI tidak sampai 50% dari izin prinsip yang dikeluarkan BKPM," ujar Piter.
Pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor-faktor yang menghambat realisasi investasi. Persoalan tersebut antara lain pembebasan lahan, perizinan usaha, perburuhan sampai ke persoalan inkonsistensi kebijakan yang perlu dituntaskan.
"Kalaupun masih bertumpu ke modal portfolio kita perlu menahannya agar investasi bisa lebih lama dengan memberikan insentif apabila mereka menanamkan kembali return yang mereka terima. Contohnya kebijakan reverse tobin tax," jelas Piter.
Reverse tobin tax perlu memberikan insentif pajak apabila pemilik modal menanamkan kembali keuntungan hasil investasi mereka sesuai dengan pilihan jangka waktu investasi. Semakin lama waktu investasi semakin kecil pajak yang dikenakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News