Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar mengungkapkan, Interpol telah menerbitkan red notice terhadap tiga pejabat di PT West Point Terminal (WPT). Ketiga Warga Negara Asing (WNA) tersebut sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka penggelapan dana perusahaan oleh Polda Kepulauan Riau.
Tiga orang yaitu Zhang Jun(Direktur Keuangan PT WPT), Feng Zhigang (Eks Direktur Utama PT WPT) dan Ye Zhijun (Komisaris Utama PT WPT) diduga telah menggelapkan dana PT WPT senilai US$ 1,5 juta.“Kami telah menerima surat dari Interpol terkait status Red Notice tiga pejabat West Point Terminal. Saat ini status ketiga WNA tersebut adalah buron international,” ujar Boy Rafli, Jumat (17/3).
Boy menjelaskan, Kepolisian telah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan secara profesional terkait pengungkapan dugaan tindak pidana penggelapan dana perusahaan oleh tiga pejabat West Point Terminal itu.
Dengan telah terbitnya Red Notice dari interpol yang berpusat di Lyon, Prancis ini penanganan kasus ini diharapkan segera tuntas.“Dengan dukungan Interpol, kami optimis kasus ini akan segera dapat dituntaskan. Interpol sudah menyebarkan data ketiga WNA itu ke seluruh negara anggota,” imbuh Boy.
PT WPT merupakan joint venture antara Sinomart KTS Development Limited, anak perusahaan Sinopec Group dengan kepemilikan 95% saham dan patner lokalnya PT Mas Capital Trust (MCT) yang memiliki 5% saham. Lewat WPT inilah Sinopec Group ingin membangun depo BBM di Batam dengan nilai investasi sebesar US$ 850 juta. Namun, sejak kesepakatan ditandatangani, termasuk ground breaking project dilakukan pada 2012, pembangunan depo minyak tersebut tidak berjalan.
Justru, tiga pejabat WPT yang merupakan perwakilan Sinomart melakukan penggelapan dana dan dilaporkan ke Polda Kepri oleh direksi WPT lainnya.“Kita berharap ketiga tersangka warga negara Tiongkok yang sudah diketahui identitasnya itu akan segera tertangkap. Polri sangat serius untuk menuntaskan kasus ini,” tegasnya.
Pelanggaran perjanjian
Selain kasus dugaan pidana yang melibatkan pejabat Sinomart, terhentinya proyek depo minyak di Batam ini juga disebabkan adanya pelanggaran perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) oleh Sinomart.
Kuasa hukum PT MCT Defrzal Djamaris mengungkapkan, berdasarkan perjanjian pemegang saham, penunjukan kontraktor depo minyak di Batam harus melalui tender international dan hukum Indonesia.
Namun, secara sepihak Sinomart berupaya menunjuk langsung anak usaha Sinopec Group sebagai general contractor. Hal itu diketahui dari adanya dokumen keterbukaan informasi (disclosure information) yang disampaikan Sinopec Kantons Holding Limited, pemegang saham Sinomart, kepada Hongkong Stock Exchange pada 18 November 2013.
Dalam informasi yang disebut sebagai “Batam Construction Project Framework Master Agreement” itu, Sinomart berhak menunjuk langsung Sinopec Engineering Group (Sinopec Group) sebagai general contractor depo minyak di Batam senilai US$ 738 juta.
Nilai kontrak itu, jauh di atas budgetary prices yang pernah diajukan oleh 13 kontraktor internasional dari 6 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Australia, Korea dan Belanda hanya US$ 582 juta.
“Selisih yang begitu besar sangat merugikan pemegang saham minoritas, karena biaya itu akan menjadi utang joint venture yang kemungkinan PT WPT tidak bisa bayar kewajiban kepada pihak ketiga,” tegas Defrizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News