Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah Jokowi akan melanjutkan program relaksasi kebijakan yang kini memasuki seri ke VII. Melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, pemerintah telah menyiapkan setidaknya tiga kebijakan yang akan masuk dalam paket kebijakan jilid VII.
Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian mengatakan, tiga isu yang sedang dalam pembahasan bergerak di bidang logistik, kebijakan terkait dana desa, dan insentif pajak untuk sektor padat karya.
Terkait logistik, Edy mengungkapkan, pemerintah ingin mendorong pusat logistik tidak hanya tersentralisasi di Jakarta, tapi juga di pedesaan. Sehingga, roda perekonomian di pedesaan bisa melaju kencang.
"Nanti akan dipermudah dan disediakan (sarana logistik di pedesaan) seperti terminal sayur dan lainnya," ujar Edy akhir pekan lalu.
Sayang, ia belum memberikan perincian mengenai syarat yang harus dipenuhi agar desa yang bersangkutan bisa menjadi pusat logistik. Yang jelas, lanjut dia, nantinya kapasitas truk angkut yang keluar masuk dari dan ke lokasi tersebut tidak lebih dari lima ton.
Isu ke dua masih seputar desa, yakni penyederhanaan penyaluran dana desa. Ada tiga poin yang menjadi fokus utama usulan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ini.
Pertama, mekanisme yang akan memperlancar pencairan dana desa. Kedua, kebijakan berupa insentif untuk menggerakan perekonomian desa berupa insentif fiskal maupun nonfiskal. Usulan insentif yang dimaksud, diantaranya berupa insentif pajak dan insentif kemudahan untuk mendorong investasi desa.
Ketiga, percepatan mekanisme penyaluran dana desa di tahun 2016 mendatang. Kementerian Desa juga mengusulkan payung hukum yang bisa mempercepat dana tersebut untuk sampai ke desa. Salah satunya melalui pemangkasan birokrasi. Meski penyaluran ke desa dipercepat, tetapi usulan dan pengawasan dana desa tetap berasal dari desa.
Selanjutnya, poin ke dua adalah insentif pajak bagi industri padat karya. Ini merupakan masukan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Edy bilang, pihaknya ingin memberikan insentif fiskal menyeluruh bagi industri padat karya, terutama di sektor tekstil.
Azhar Lubis, Deputi Pengendalian dan Pelaksana BKPM mengatakan, sektor usaha yang akan masuk sebagai penerima keringanan pajak (tax allowance) adalah industri sepatu dan garmen. Adapun, keringanan pajak yang dimaksud adalah pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan.
"Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) no 18 2015 saja, nanti kami akan memasukkan dua sektor itu (sepatu dan garmen), " tuturnya.
Belum ada penjelasan gamblang terkait balutan regulasi terkait kebijakan tersebut. Namun, PP yang mengatur fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu ini memiliki turunan berupa peraturan pelaksana.
Aturan pelaksana itu antara Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur itung-itungan terkait pengurangan PPh badan serta Peraturan Kepala BKPM yang mengatur tata cara pengajuan pemberian insentif.
Adapun, dalam PP tersebut, tax allowance yang diperoleh berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal selama enam tahun. Sehingga, per tahun mendapat korting sebesar 5%.
Lalu, ada juga fasilitas percepatan penyusutan dan amortisasi atas aset tetap. Kemudian, ada PPh dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10 % atau tarif lebih rendah.
Pengusaha juga bisa mendapat kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Tetapi, ia harus mematuhi sejumlah syarat yang diatur. Nah, indistri garmen dan sepatu tidak termasuk di salah satu industri tertentu yang diatur dalam ketentuan ini.
Oleh karena itu, pemerintah akan memasukkan dua sektor itu ke dalam kebijakan fiskal terbaru. Pasalnya, menurut Edy, industri-industri ini tengah tertekan seiring dengan lesunya kondisi perekonomian, baik global maupun domestik.
Maklum, orientasi pasar dari dua industri ini mayoritas untuk ekspor. Pada dasarnya, pihaknya ingin memberikan insentif fiskal menyeluruh pada industri padat karya. Tidak hanya terbatas pada produsen melainkan industri padat karya secara keseluruhan.
"Ini sedang kami bahas, inginnya paket lengkap yang menolong industri, bukan hanya perusahaan," jelas Edy.
Oleh karena itu, selain insentif PPh badan, nampaknya pemerintah juga akan memberi kelonggaran berupa pengurangan atas PPh orang pribadi karyawan (PPh pasal 21). Khususnya bagi karyawan yang bekerja di industri padat karya.
Darmin Nasution, Menko Perekonomian sebelumnya menyebut perusahaan sektor padat karya yang akan mendapat insentif adalah perusahaan yang memiliki sedikitnya 2.000 karyawan. Sayang, ia tidak merinci pengurangan PPh 21 yang akan masuk ke paket kebijakan selanjutnya itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News