Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
John menambahkan, beleid tersebut dapatmeningkatkan kepastian hukum sistem perpajakan internasional dalam hal tiga hal.
Pertama, penentuan harga transfer. Sebelumnya, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) yang digunakan untuk menentukan harga transfer diatur berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak. Dus, untuk lebih memberikan kepastian hukum, PMK yang baru mengatur mengenai PKKU sehingga pengaturannya berdasarkan payung hukum yang lebih kuat.
Kedua, kepastian jangka waktu penyelesaian. PMK teranyar APA mengatur jelas jangka waktu setiap proses dalam permohonan, mulai dari penelitian permohonan APA oleh Ditjen Pajak, penyampaian dokumen pendukung oleh wajib pajak, pengujian material oleh Ditjen Pajak, mulainya perundingan, hingga penyelesaian permohonan APA.
Ketiga, setali tiga uang, lewat aturan ini tindak lanjut permohonan pelaksanaan APA jadi lebih jelas.
Baca Juga: Indonesia siapkan quantitative easing hadapi krisis akibat wabah virus corona
John menjelaskan, prosedur permohonan APA berdasarkan PMK baru yakni wajib pajak mengajukan permohonan APA dengan mengisi formulir permohonan. Kemudian, Ditjen Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan APA. Selanjutnya, dalam hal DJP menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa permohonan APA dapat ditindaklanjuti, wajib pajak menyampaikan kelengkapan permohonan APA.
Sementara, dalam PMK nomor 7/PMK.03/2015 cenderung berbelit. Wajib pajak mengajukan permohonan pembicaraan awal dan menyampaikan dokumen pendukung pembicaraan awal. DJP melakukan pembicaraan awal dengan wajib pajak.
Lalu, DJP menyampaikan undangan kepada wajib pajak untuk mengajukan permohonan APA. Kemudian, wajib pajak mengajukan permohonan APA dan menyampaikan dokumen pendukung permohonan APA.
Baca Juga: Siapa saja yang bisa dapat relaksasi kredit akibat corona? Ini penjelasannya